بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Syarat-Syarat Dalam Berqurban ~ Jika udhiyah (qurban) itu diwajibkan karena nadzar seseorang, maka syarat yang harus dipenuhi adalah syarat-syarat nadzar, yaitu islam, baligh, berakal, merdeka dan atas pilihan sendiri. Jika udhiyah itu wajib menurut syar’i atau sunnah sebagaimana pendapat jumhur, maka syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah :
=>Muslim. Orang kafir tidak diwajibkan
atau tidak disunnahkan untuk berqurban karena qurban adalah bentuk qurbah
(pendekatan diri pada Allah). Sedangkan orang kafir bukanlah ahlul qurbah.
=>Orang yang bermukim. Musafir
tidaklah wajib untuk berqurban. Syarat ini dikenakan bagi yang menyatakan
bahwa berqurban itu wajib. Karena qurban tidak diambil dari seluruh
harta atau dilakukan setiap saat, namun dilakukan dengan hewan tertentu dan
waktu tertentu. Sedangkan musafir tidak berada di setiap tempat dan tidak
berada pada pelaksanaan qurban. Seandainya kita mewajibkan pada musafir, maka ia
harus membawa hewan qurbannya saat ia bersafar. Dan tentu ini adalah suatu
kesulitan atau bisa jadi pula ia harus meninggalkan safar sehingga jadilah ada
dampak jelek untuk dirinya.
Namun bagi yang tidak mengatakan
wajib, tidak berlaku syarat ini. Karena kalau disyaratkan, maka itu jadi
beban. Artinya, boleh saja qurban dilakukan oleh seorang musafir semisal ketika
berhaji dia meninggalkan negerinya, namun pun ia ikut menunaikan udhiyah atau
qurban. Bahkan ada dalil yang mendukung hal ini,
عَنْ عَائِشَةَ - رضى الله عنها - أَنَّ
النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - دَخَلَ عَلَيْهَا وَحَاضَتْ بِسَرِفَ ، قَبْلَ
أَنْ تَدْخُلَ مَكَّةَ وَهْىَ تَبْكِى فَقَالَ « مَا لَكِ أَنَفِسْتِ » . قَالَتْ
نَعَمْ . قَالَ « إِنَّ هَذَا أَمْرٌ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَى بَنَاتِ آدَمَ ، فَاقْضِى
مَا يَقْضِى الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لاَ تَطُوفِى بِالْبَيْتِ » . فَلَمَّا كُنَّا
بِمِنًى أُتِيتُ بِلَحْمِ بَقَرٍ ، فَقُلْتُ مَا هَذَا قَالُوا ضَحَّى رَسُولُ
اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - عَنْ أَزْوَاجِهِ بِالْبَقَرِ
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
ia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menemuinya dan ia
dalam keadaan haid di Sarif sebelum ia memasuki Makkah dan ia dalam keadaan
menangis. Lalu beliau berkata pada ‘Aisyah, “Ada apa engkau, apakah engkau
sedang haid?” ‘Aisyah menjawab, “Iya.” Beliau bersabda, “Ini adalah sesuatu
yang telah ditetapkan oleh Allah pada wanita. Lakukanlah seperti yang dilakukan
orang yang berhaji selain melakukan thowaf di Baitul Haram.” Ketika kami sedang
di Mina, aku pernah diberi daging sapi. Lalu aku berkata, “Apa ini?” Mereka
(para sahabat) berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban
untuk istri-istrinya dengan sapi.”
Inilah dalil atau alasan Imam
Syafi’i di mana beliau menyatakan bahwa hukum qurban itu sunnah bagi setiap
orang, termasuk bagi yang sedang berhaji di Mina dan saat itu dalam keadaan
bersafar.
Begitu pula dalil lainnya,
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كُنَّا مَعَ
رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى سَفَرٍ فَحَضَرَ الأَضْحَى
فَاشْتَرَكْنَا فِى الْبَقَرَةِ سَبْعَةً وَفِى الْبَعِيرِ عَشَرَةً
Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Kami
dahulu pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
suatu safar. Lalu tiba Idul Adha, lantas kami berserikat tujuh orang untuk
qurban satu ekor sapi dan sepuluh orang untuk qurban satu ekor unta.” Jadi
sah-sah saja berqurban bagi musafir.
=>Kaya (berkecukupan). Ulama
Syafi’iyah menyatakan bahwa qurban itu disunnahkan bagi yang mampu, yaitu yang
memiliki harta untuk berqurban, lebih dari kebutuhannya di hari Idul Adha,
malamnya dan selama tiga hari tasyriq juga malam-malamnya.
=>Telah baligh (dewasa) dan berakal.
Syarat-
Syarat Berkurban
=>Umurnya sudah
mencukupi, untuk domba adalah enam bulan, dan kambing setahun, sedangkan sapi
dua tahun dan unta lima tahun.
=>Selamat dari aib
dan cacat, berdasarkan sabda Rasulullah shallawahu alihi wasallam: (Ada
tiga hal yang tidak diperbolehkan dalam berkurban, yang buta jelas kebutaannya,
yang sakit jelas sakitnya, yang pincang jelas pincangnya, yang kurus yang tidak
kelihatan dagingnya) Shahih, (Lihat Shahihul Jami: 886).
Ada juga cacat
yang lebih ringan dari yang ini yang tidak menghalangi keabsahannya namun
makruh disembelih seperti yang patah tanduknya atau putus telinganya, atau
terbelah telinganya dan lain-lain, karena berkurban adalah taqarrub kepada
Allah, sedangkan Allah itu bagus dan tidak menerima kecuali yang bagus, dan
barangsiapa yang mengagungkan syiar-syiar Islam maka itu merupakan ketakwaan
hati.
=>Haram
menjualnya: apabila hewan kurban telah ditentukan maka tidak boleh
menjualnya atau menghadiahkannya kecuali menggantinya
dengan yang lebih baik, jika hewan kurban beranak maka dikurbankan bersama
anaknya, sebagaimana diperbolehkan menaikinya jika perlu, dan dalilnya adalah
yang dikeluarkan Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiallahu
anhu bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melihat seorang laki yang
menuntun seekor unta lalu beliau berkata : (Naikilah dia, dia berkata: dia
unta kurban, lalu beliau berkata: naikilah dia sampai kedua atau tiga kalinya).
=>Menyembelihnya diwaktu yang
ditentukan, yaitu setelah sholat Idul Adha dan khutbah, bukan setelah masuk
waktu sholat, sampai sebelum terbenamnya matahari akhir hari Tasyriq yaitu hari ketiga belas bulan Dzul Hijjah
berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: (barangsiapa
yang menyembelih sebelum sholat maka hendaklah mengulanginya) HR Imam
Bukhari dan Muslim, juga berdasarkan perkataan Ali radhiyallahu anhu:
(hari-hari menyembelih adalah hari Idul Adha dan tiga hari sesudahnya)
dan ini madzhab Hasan Al-Bashri, Atha bin Abi Rabah, Auzai, dan Syafiie, dan
dipilih Ibnu Mundzir semoga Allah Merahmati mereka semua.
Apa Yang
Dilakukan Terhadap Hewan Kurban
=>Bagi yang
memiliki hewan kurban disunahkan pertama kali untuk makan darinya apabila
memungkinkan berdasarkan hadits: (hendaklah setiap orang makan dari hewan
kurbannya) dishahihkan dalam Shahihul Jami : 5349, dan hendaklah makan
setelah sholat Idul Adha dan khutbah dan ini pendapat para ulama diantaranya
Ali, Ibnu Abbas, Malik, dan Syafiie dan lainnya. Dan dalil diatas adalah hadits
Buraidah radhiallahu anhu: (dahulu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak
keluar sholat pada hari raya Idul Fithri sampai beliau makan, dan tidak makan
pada hari raya Idul adha hingga beliau menyembelih) Syeikh Albani rahimahullah
berkata: sanadnya shahih: Al Misykat 1/ 452.
=>Yang paling afdhol menyembelih sendiri, jika tidak
maka disunahkan untuk menghadiri penyembelihannya.
=>Disunahkan
membagi dagingnya tiga bagian, sepertiga untuk dimakan, sepertiga dihadiahkan,
dan sepertiganya lagi disedekahkan, seperti dikatakan Ibnu Masud dan Ibnu Umar radhiyallahu
anhum, sebagaimana para ulama sepakat bahwa tidak boleh menjual dagingnya,
lemaknya atau kulitnya, dalam hadits shahih: (Barangsiapa menjual kulit
kurbannya maka tidak ada kurban baginya) dihasankan dalam Shahihul Jami:
6118, dan tidak boleh diberikan sedikitpun dari kurbannya kepada jagal sebagai
upah berdasarkan perkataan Ali radhiallahu anhu: (Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkanku untuk menyembelih unta dan mensedekahkan
dagingnya dan kulitnya dan tali kekangnya dan tidak boleh memberikan kepada
jagal sedikitpun darinya) dan dia berkata: dan kami memberikannya dari
harta kami sendiri. Muttafaqun alaihi.
Dan katanya
dibolehkan memberikan kepadanya sebagai hadiah, dan dibolehkan memberikannya
kepada orang kafir karena kefakirannya atau kekerabatannya atau karena tetangga
atau untuk melunakkan
hatinya. Diambil dari Fatawa Syaikh Abdul Aziz bin Bazz.
Adapun dizaman
sekarang, dimana orang-orang tidak bisa mengolah kulit kurban dengan
sendirinya, maka seorang ulama berfatwa bahwa boleh yang berkurban
mensedekahkan kepada sebuah badan kebajikan yang posisinya mewakili kaum fakir
miskin lalu badan ini menjualkan kulitnya untuk mereka.
Adapun patungan
kurban disekolah-sekolah dasar yaitu setiap anak mengumpulkan sejumlah uang,
maka ulama berfatwa boleh untuk latihan kurban, namun bukan termasuk kurban
yang sah secara syar'ie, apabila
disedekahkan maka mudah-mudahan bernilai pahala, namun sebaiknya tidak
dilakukan oleh orang dewasa, karena bukan waktunya untuk latihan.
Semoga kita dapat
banyak mendapatkan pahala di bulan-bulan yang penuh keutamaan (Zulhijah),
AMIN...!!!
Sekian post
saya mengenai Mengenal Idul Adha dan Keutamaannya.
Semoga
bermanfaat..
» JANGAN LUPA LIKE N
Komentarnya Yeach...