Terjemahan - Sembah puji dari
hamba yang hina ini ke bawah telapak kaki sang pelindung jagat. Raja yang
senantiasa tenang tenggelam dalam samadi, raja segala raja, pelindung orang
miskin, mengatur segala isi negara. Sang dewa-raja, lebih diagungkan dari yang
segala manusia, dewa yang tampak di atas tanah. Merata, serta mengatasi segala
rakyatnya, nirguna bagi kaum Wisnawa, Iswara bagi Yogi, Purusa bagi Kapila,
hartawan bagi Jambala, Wagindra dalam segala ilmu, dewa Asmara di dalam cinta
berahi. Dewa Yama di dalam menghilangkan penghalang dan menjamin damai dunia.
Demikianlah
pujian pujangga sebelum menggubah sejarah raja, kepada Sri Nata Rajasa Nagara,
raja Wilwatikta yang sedang memegang tampuk tahta. Bagai titisan Dewa-Batara
beliau menyapu duka rakyat semua. Tunduk setia segenap bumi Jawa bahkan seluruh
nusantara. Pada tahun 1256 Saka, beliau lahir untuk jadi pemimpin dunia. Selama
dalam kandungan di Kahuripan telah tampak tanda keluhuran. Bumi
gonjang-ganjing, asap mengepul-ngepul, hujan abu, guruh halilintar
menyambar-nyambar. Gunung Kelud gemuruh membunuh durjana, penjahat musnah dari
negara. Itulah tanda bahwa Sanghyang Siwa sedang menjelma bagai raja besar.
Terbukti, selama bertakhta seluruh tanah Jawa tunduk menadah perintahnya.
Wipra, satria, waisya, sudra, keempat kasta sempurna dalam pengabdian. Durjana
berhenti berbuat jahat takut akan keberanian Sri Nata. Sang Sri Padukapatni
yang ternama adalah nenek Sri Paduka. Seperti titisan Parama Bagawati memayungi
jagat raya. Selaku wikuni tua tekun berlatih yoga menyembah Buda. Tahun 1272
kembali beliau ke Budaloka. Ketika Sri Padukapatni pulang ke Jinapada dunia
berkabung. Kembali gembira bersembah bakti semenjak Sri Paduka mendaki takhta.
Girang ibunda Tri Buwana Wijaya Tungga Dewi mengemban takhta bagai rani di
Jiwana resmi mewakili Sri Narendraputra.