Puasa Idul Adha atau Puasa Arafah adalah puasa yang jatuh pada tanggal 9 Dzulhijjah. Puasa Idul Adha atau Puasa Arafah dinamakan demikian karena saat
itu jamaah haji sedang wukuf di terik matahari di padang Arafah. Puasa Idul
Adha atau Puasa Arafah ini dianjurkan bagi mereka yang tidak berhaji. Sedangkan
yang berhaji tidak disyariatkan puasa ini.
Mengenai
hari Arofah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ
النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ وَإِنَّهُ لَيَدْنُو ثُمَّ يُبَاهِى بِهِمُ
الْمَلاَئِكَةَ فَيَقُولُ مَا أَرَادَ هَؤُلاَءِ
“Di
antara hari yang Allah banyak membebaskan seseorang dari neraka adalah hari Arofah.
Dia akan mendekati mereka lalu akan menampakkan keutamaan mereka pada para
malaikat. Kemudian Allah berfirman: Apa yang diinginkan oleh mereka?” (HR.
Muslim)
Ibnu Rajab
Al Hambali mengatakan, “Hari Arofah adalah hari pembebasan
dari api neraka. Pada hari itu, Allah akan membebaskan siapa saja yang sedang
wukuf di Arofah dan penduduk negeri kaum muslimin yang tidak melaksanakan
wukuf. Oleh karena itu, hari setelah hari Arofah yaitu hari Idul Adha adalah
hari ‘ied bagi kaum muslimin di seluruh dunia. Baik yang melaksanakan haji dan
yang tidak melaksanakannya sama-sama akan mendapatkan pembebasan dari api
neraka dan ampunan pada hari Arofah.” (Lathoif Al Ma’arif, 482)
Mengenai
keutamaan Puasa Idul Adha atau puasa Arafah disebutkan dalam hadits Abu Qotadah,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ
الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ
أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ
“Puasa
Arofah dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa
Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR.
Muslim).
Hari Arafah
pun merupakan waktu mustajabnya do’a sebagaimana disebutkan dalam hadits,
خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ وَخَيْرُ مَا قُلْتُ أَنَا
وَالنَّبِيُّونَ مِنْ قَبْلِى لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ
لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
“Sebaik-baik
do’a adalah do’a pada hari Arofah. Dan sebaik-baik yang kuucapkan, begitu pula
diucapkan oleh para Nabi sebelumku adalah ucapan “Laa ilaha illallah wahdahu
laa syarika lah, lahul mulku walahul hamdu wa huwa ‘ala kulli sya-in qodiir
(Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tidak ada sekutu
bagi-Nya. Miliki-Nya segala kerajaan, segala pujian dan Allah yang menguasai
segala sesuatu)”.” (HR. Tirmidzi, hasan)
Niat Puasa
Sebelum Idul Adha :
Nawaitu ashoumul arafah lilyaumil ghoddi lillahi Ta’ala
Sedangkan
Rasulullah berbuka mengucapkan : “Dzahabaz
zhama-u wabtallatil uruuqu watsabatal ajru insya Allah”
Artinya : “Telah hilang
dahaga dan telah basah urat2 dan telah tetap pahala insya Allah”
Tambahan :
Tidak makan
dan tidak minum juga dilakukan Rasulullah Saw sebelum melaksanakan sholat Idul
Adha di lapangan. Ini adalah kebiasaan Nabi Saw seperti yang tertuang dalam
hadits berikut: “Jika sebelum berangkat
shalat Idul Fitri Rasulullah SAW sarapan dahulu maka sebelum shalat Idul Adha,
Rasul tidak sarapan dan beliau baru makan sepulang melaksanakan shalat” (HR.
Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad).
Syarat Puasa
Sebelum Idul Adha
Secara
global, para ulama berselisih pendapat tentang bolehnya berpuasa sunnah sebelum
selesai melaksanakan qadla’ (hutang) Ramadhan dalam dua pendapat.
=>Pertama
Boleh berpuasa sunnah sebelum
melaksanakan qadla’ Ramadhan. Ini merupakan pendapat Jumhur, baik bolehnya
secara global ataupun makruh. Madzab Hanafi membolehkan untuk langsung berpuasa
sunnah sebelum melaksanakan qadla’ Ramadhan karena puasa qadla’ tidak wajib
untuk disegerakan, bahkan kewajibannya sangat luas (lapang), dan ini merupakan
satu riwayat dari Ahmad. Sedangkan Madhab Maliki dan Syafi’i
berpendapat: boleh tapi makruh. Sebabnya, karena menyibukkan diri dengan amal
sunnah dari yang qadla’, berupa mengakhirkan yang wajib.
=>Kedua
Haram berpuasa sunnah sebelum
melaksanakan qadla’ Ramadhan. Ini merupakan pendapat Madhab Hambali. Yang shahih dari dua pendapat ini
adalah yang menyatakan bolehnya berpuasa Sunnah enam hari di bulan syawal
sebelum membayar puasa Ramadhan. Karena waktu (kesempatan) qadla’ (membayar
puasa Ramadlan) luas. Sedangkan pendapat yang tidak membolehkan dan menyatakan
tidak sah membutuhkan dalil, dan tidak ada satu dalilpun yang bisa dijadikan
sandaran untuk hal itu. Sementara dalil yang ada menunjukkan bolehnya untuk
melaksanakan puasa sunnah sebelum puasa qadla’, yaitu firman Allah Ta’ala, “.
. . Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu,
pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah: 185) dan hadits Aisyah radliyallaahu
‘anha, “Aku memiliki hutang puasa
Ramadlan, tetapi aku tidak sanggup menggantinya kecuali pada bulan Sya’ban.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Hikmah Puasa
Idul Adha
Hikmah puasa
Idul Adha berdasarkan pada keterangan dari para ulama, yang tentunya
berdasarkan pada Al-Quran dan Hadits. Adapun hikmah puasa di antaranya sebagai
berikut :
=>Proses
pendidikan ruhani menuju jalan ketakwaan kepada Allah SWT.
=>Penahanan
diri agar terbiasa tunduk dan patuh kepada setiap perintah-perintah Allah SWT,
serta berusaha menjauhi semua larangan-Nya.
=>Salah
satu bentuk ibadah penghambaan diri kepada Allah SWT.
=>Pendidikan
bagi jiwa manusia agar berusaha dalam kesabaran terhadap segala bentuk
penderitaan dalam melaksanakan perintah-Nya.
=>Melatih
diri untuk tidak selalu mengikuti setiap bisikan keinginan dan hawa nafsu
manusia.
=>Melatih
diri untuk tetap bersikap hidup sebagaimana ajaran-ajaran Islam.
=>Sarana
menumbuhkan dan memupuk sikap rasa kasih sayang kepada sesama manusia.
=>Menciptakan
rasa persaudaraan terhadap orang lain, saling membantu, dan menyantuni orang
yang tidak berkecukupan.
=>Menanamkan
rasa takwa kepada Allah SWT, baik dalam keadaan terang-terangan atau sembunyi.
=>Menjauhkan
diri dari akibat dosa-dosa pelanggaran ajaran-ajaran-Nya. Karena puasa
merupakan sarana penebusan dosa manusia.
=>Proses
pembelajaran diri untuk melatih peringai dan perilaku moral yang luhur kepada
sesama.
=>Puasa
mengajarkan kesabaran, kejujuran, kedisiplinan, dan tekad kuat dalam
melaksanakan setiap pekerjaan.
=>Ibadah
puasa yang dijalani dengan baik membantu manusia untuk berpikir lebih jernih
dan tenang.
=>Mendorong
manusia untuk ikut merasakan lapar dan mengajarkan perlunya menjalin
solidaritas dengan orang lain.
Semoga kita
bisa banyak mendapatkan pahala di bulan-bulan yang penuh keutamaan (Zulhijah),
AMIN...
Sekian post
saya mengenai Niat dan Syarat Puasa Idul Adha.
Semoga
bermanfaat..
» JANGAN LUPA LIKE N
Komentarnya Yeach...