Pada
kesempatan ini saya akan share tentang wacana bahaya kaum yahudi dalam islam
dan indonesia, dimana disini saya akan menjelasakan tentang bahaya konspirasi
kaum yahudi terhadap islam dan yang menyangkut tentang itu. Tulisan isi saya
ambil dari bebagai sumber yang saya peroleh dari mbah google.
Simak baik-baik
yeachh..... !!!
Pada tahun
1986 seorang ulama di Bima mengeluh kepada peneliti dari LIPI tentang
keberadaan kaset rekaman bacaan Al Qur'an yang dijual di mana-mana.
"Sekarang semakin banyak orang puas dengan menyetel kaset saja, mereka
tidak berminat lagi untuk belajar qira'ah Al Qur'an sendiri." Berbagai
teknologi baru, menurut hematnya, sangat membahayakan agama Islam. Ia
mencurigai gejala ini berkaitan dengan konspirasi Yahudi-Zionis untuk
menghancurkan Islam. Dalam ceramah-ceramahnya, ia sering menyinggung
ancaman-ancaman Yahudi terhadap Islam. Ulama yang pernah bermukim di Makkah
selama beberapa tahun ini, menceritakan kepada peneliti tadi bahwa ia banyak
tahu tentang tipu daya Yahudi itu dari majalah-majalah yang diterimanya dari
Rabithah Al-`Alam Al-Islami (Al-Rabithah dan Muslim World News); selain
mengutip pula buku yang bernada ancaman terhadap kemajuan dan perkembangan
Islam di dunia seperti Al-Maka'id al-Yahudiyah dan Rencana Yahudi terhadap Penghancuran
Islam. Ketika peneliti bertanya gejala apa di Indonesia yang dianggapnya
sebagai aktivitas Yahudi-Zionis, ditudingnya organisasi-organisasi seperti
Lions Club.
Yahudi Sebagai
Ancaman Terhadap Nilai-Nilai Tradisional
Di Bima,
tentu saja, tidak ada orang Yahudi, dan andaikata terdapat Lions Club pun
pastilah bukan mereka yang mengedarkan kaset Muammar Z dan qari-qari lainnya.
Mengapa ungkapan keprihatinan sang ulama mengaitkannya dengan Yahudi? Ternyata
ia tidak sendirian; beberapa tahun terakhir kian sering kita menjumpai kata
"Yahudi" dipakai sebagai julukan negatif bagi perkembangan, pemikiran
atau sikap yang dianggap membahayakan umat Islam. "Yahudi" telah
menjadi simbol dari sesuatu yang tak mudah diungkapkan secara eksplisit. Yang
dimaksudkan, agaknya, bukan agama Yahudi, dan bukan juga kebijaksanaan resmi
pemerintah Israel atau pun kelompok Zionis ekstrim, melainkan sesuatu yang
lebih abstrak dan tersembunyi.
Ada dua hal
menarik berkenaan dengan munculnya Yahudi sebagai simbol dalam wacana Islam di
Indonesia. Pertama, Yahudi seringkali disebut dalam konteks kekhawatiran
tentang adanya konspirasi untuk menghancurkan Islam. Banyak aspek proses
modernisasi, berikut sekularisasi dan rasionalisasi, pergeseran nilai-nilai
tradisional, globalisasi ekonomi dan budaya, individualisme dan hedonisme
dilihat sebagai hasil rekayasa, bukan proses yang berdiri sendiri. Semua
perkembangan barusan diduga kuat telah direncanakan dan dilaksanakan oleh
persekongkolan yang memusuhi Islam dan ingin menghancurkannya. Konspirasi
rahasia tersebut diidentikkan dengan Yahudi dan Zionis; tetapi setiap orang
yang dianggap berjasa demi tujuan persekongkolan tersebut, walaupun agama dan
kebangsaannya berbeda, bisa saja dijuluk Yahudi.
Kedua,
teori-teori konspirasi dan kecenderungan untuk mengkambinghitamkan Yahudi tentu
saja tidak lahir di Indonesia melainkan berasal dari negara-negara Arab -
utamanya Arab Saudi, Kuwait dan Mesir. Menyembulnya kebencian kebanyakan orang
Arab saat ini kepada orang Yahudi tak bisa dilepaskan dari masalah Palestina.
Keprihatinan tentang Zionisme Israel sangat wajar. Meski di sini perlu
ditambahkan, kepercayaan akan adanya konspirasi Yahudi untuk menghancurkan
Islam dan menguasai seluruh dunia bukan hanya reaksi terhadap eksistensi Israel
saja, dan sesungguhnya juga disebabkan penyebaran antisemitisme Barat ke
negara-negara Arab.
Sumber yang
seringkali menjadi rujukan, yaitu Al-Maka`id Al-Yahudiyah alias
Protokol-Protokol Para Sesepuh Zion alias Ayat-Ayat Setan Yahudi, merupakan
hasil fabrikasi beberapa orang anti-Yahudi Rusia dan kemudian dipergunakan
sebagai alat propaganda oleh Nazi Jerman. Buku inilah yang pernah merupakan
legitimasi utama bagi pembunuhan massal terhadap orang Yahudi oleh Nazi Jerman.
Protokol-protokol konon terdiri dari notulen pemerintah rahasia Yahudi tentang
strategi mereka untuk menguasai dunia, melalui kapitalisme maupun komunisme,
demokrasi maupun kediktatoran, revolusi maupun liberalisasi ekonomi. Pada
dasawarsa 1950-an edisi Arabnya terbit, dan belakangan beberapa kali
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Editor-editor Indonesianya tampaknya
tidak menyadari bahwa buku ini bukan dokumen sejarah benar melainkan pemalsuan
oleh kalangan antisemitis.
Yahudi, Freemason
Dan Kemodernan
Antisemitisme
(sikap anti-Yahudi) di Eropa memuncak pada penghujung abad ke-19 dan berkaitan
erat dengan kemodernan. Antisemitisme merupakan reaksi terhadap arus perubahan
sosial dan ekonomi yang begitu cepat serta berkembangnya kapitalisme modern,
terhadap gerakan-gerakan liberalisme dan sosialisme, republikanisme dan
sekularisme - yakni terhadap memudarnya privilese-privilese lama. Dari sinilah
muara adanya keyakinan kuat bahwa semua perubahan sosial dan politik tidak
disebabkan oleh dinamika perkembangan sistem ekonomi kapitalis melainkan direncanakan
oleh sebuah persekongkolan orang yang ingin mendominasi seluruh dunia: Yahudi
dan/atau Freemasonry (Vrijmetselarij).
Yahudi
dengan mudah menjadi sasaran tudingan karena mereka tampak beruntung dengan
perubahan masyarakat tersebut. Dalam masyarakat Eropa tradisional, orang Yahudi
sebagai minoritas agama dikucilkan dan biasanya tidak diperbolehkan berperan
dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat: politik, pemilikan tanah dan banyak
jenis pekerjaan dilarang bagi mereka. Runtuhnya tatanan sosial tradisional dan
perkembangan ke arah masyarakat industri berarti juga berakhirnya larangan lama
dan kemungkinan mobilitas sosial bagi semua orang Eropa termasuk Yahudi. Bagi
golongan yang telah menghilangkan privilese lama dalam proses modernisasi ini, atau
yang merindukan masyarakat tradisional, Yahudi menjadi simbol dari semua
perubahan yang terjadi; sikap anti-kemodernan diungkapkan dalam bentuk
antisemitisme.
Freemasonry
memang merupakan organisasi rahasia, agak mirip tarekat dengan ritual dan
ajaran yang tak boleh dijelaskan kepada orang luar, tetapi menegaskan nilai
humanisme (kemanusiaan) ketimbang nilai religius tradisional. Didirikan di
London pada 1717, Freemasonry dengan cepat tersebar di negara-negara Eropa dan
telah menjadi musuh bebuyutan Gereja Katolik. Sejumlah pemikir, politisi dan
seniman paling terkemuka telah masuk Freemasonry: Goethe, Kant dan Hegel di
Jerman, Mozart dan Haydn di Austria, Voltaire, Rousseau dan Diderot di
Perancis, George Washington dan Benjamin Franklin di Amerika. Pada abad ke-19,
Freemasonry oleh kawan maupun lawannya dikaitkan dengan ide-ide Revolusi
Perancis dan dengan kemodernan. Tidak terlalu mengherankan jika Jamaluddin
al-Afghani dan Muhammad `Abduh menjadi anggota Freemasonry sewaktu keduanya
berada di Perancis. Sebagai organisasi, Freemasonry tidak mempunyai hubungan
khusus dengan keyahudian. Di antara anggotanya memang dijumpai sejumlah orang
Yahudi, namun mereka relatif sedikit . Kebetulan saja keduanya telah menjadi
simbol dari semua perubahan yang mengancam dunia tradisional.
Lahirnya Gerakan
Zionisme
Sebagai
reaksi terhadap antisemitisme, gerakan Zionisme secara bersamaan lahir pada
saat itu pula. Theodor Herzl menulis bukunya Negara Yahudi pada tahun 1896;
Muktamar Zionis pertama diselenggarakan di kota Basel, Swis, pada tahun 1897.
Para pendiri gerakan ini terdiri dari orang Yahudi sekuler dari Jerman dan
Austria. Bagi mereka keyahudian merupakan identitas nasional, bukan identitas
agama, dan Zionisme adalah nasionalisme dari suatu bangsa yang belum mempunyai
negara. Cita-cita mereka, mendirikan sebuah negara nasional yang sekuler bagi
orang Yahudi. Lahirnya gerakan Zionisme tidak ada sangkut pautnya dengan agama
Yahudi; faktor pendorong utama adalah keberadaan Yahudi hanya sebagai golongan
etnis berstatus "pariah". Namun pilihan mereka akan Palestina sebagai
"rumah nasional" bagi bangsa Yahudi tentu saja mengaitkan cita-cita
mereka dengan sejarah sakral Yahudi yang tercantum dalam kitab suci Taurat. Hal
itu belakangan menyebabkan gerakan Zionisme semakin diwarnai simbol-simbol
keagamaan.
Asal-Usul
"Protokol Zion"
Buku
Protokol-Protokol Para Sesepuh Zion disusun sekitar saat itu pula -- hanya saja
tidak oleh para pemimpin gerakan Zionis seperti yang diklaim penyusunnya.
Sebagian besar buku ini dicuplik begitu saja dari sebuah roman berjudul Dialog
dalam Neraka antara Montesquieu dan Machiavelli, yang ditulis sekitar 1864 oleh
seorang pengacara Perancis, Maurice Joly, sebagai kritik terselubung terhadap
diktatur Kaisar Napoleon III. Dalam buku ini Montesquieu menyuarakan pendapat
liberal dan demokratis (yang agaknya merupakan pendapat pengarang), sedangkan
Machiavelli memberi alasan bernada sinis bagi sistem kekuasaan diktatorial.
Secara blak-blakan ia mengusulkan sejumlah tindakan dan kebijaksanaan untuk menipu
dan memanipulir rakyat. Yang diusulkannya, tidak lain, tindakan dan
kebijaksanaan Kaisar Napoleon, yang tujuannya lazim berkedok di belakang
perkataan manis dan indah. Buku Joly ini sama sekali tidak ada sangkut pautnya
dengan "masalah Yahudi".
Penyusun
Protokol mengambil alih perkataan sinis Machiavelli tersebut yang seolah-olah
diusulkan sebagai kebijaksanaan oleh suatu komite rahasia tokoh Yahudi.
Perkataan Montesquieu juga diambil alih agar mengesankan bahwa semua gerakan
yang melawan status quo, dari liberal moderat sampai sosialis radikal,
merupakan bagian dari komplotan Yahudi jahat yang ingin menghancurkan dunia
Kristen. Walau sulit menentukan secara pasti siapa sesungguhnya yang menyusun
naskah Protokol yang kemudian digunakan untuk edisi cetakan pertama, namun
terdapat banyak petunjuk bahwa P.I. Rakhkovsky, kepala dinas rahasia Rusia di
Perancis 1884-1902, telah memainkan peranan besar .
Tidak sangsi
lagi bahwa Protokol-Protokol ditulis di Perancis; dugaan ini diperkuat utamanya
oleh adanya rujukan pada situasi dan peristiwa di Perancis dasawarsa 1890-an.
(Hal ini juga menunjukkan bahwa tidak mungkin ada kaitan dengan gerakan
Zionisme saat itu, yang didirikan orang Yahudi berbahasa dan budaya Jerman.)
Semua perubahan masyarakat transformasi ekonomi, modernisasi, pembangunan
kereta api di bawah tanah di Paris, slogan-slogan revolusi Perancis, cita-cita
demokrasi, sosialisme, liberalisme digambarkan sebagai kiat Yahudi untuk
menggoyangkan sistem yang mapan sehingga mereka bisa menguasainya. Menurut
"editor"nya, teks yang asli konon telah dicuri dari rumah seorang
pengurus Freemasonry. Demikian Freemasonry sekaligus dilibatkan dalam
teori-teori konspirasi Yahudi dan ditunjukkan sebagai salah satu organisasi
rahasia Yahudi.
"Protokol
Zion" Dan Antisemitisme Di Eropa
Protokol-Protokol
pada awalnya diterbitkan di Rusia dan turut menyebabkan pogrom-pogrom
(pembantaian massal) terhadap Yahudi. Hitler menganggap buku ini sangat berguna
sebagai bahan propaganda. Meski ia sendiri barangkali percaya pada teori
konspirasi Yahudi, namun ia juga sangat sadar akan manfaat buku ini dan
semboyan "bahaya Yahudi" dalam usaha mencapai kesatuan orang Jerman
dan para simpatisan fasis di luar negeri. Lebih dari 100.000 eksemplar dicetak
di Jerman saja, dan terjemahan Inggrisnya sangat laku di Inggris dan Amerika
Serikat. Barulah setelah Perang Dunia Kedua - atau lebih tepatnya, setelah
berdirinya Israel dan pengusiran sebagian orang Palestina oleh kaum Zionis -
buku ini mulai dikenal di dunia Arab dan cepat menjadi buku pegangan.
Antisemitisme
tidak memerlukan adanya Yahudi
Propaganda
anti-Yahudi Jerman juga mencapai Jepang, negara yang tidak dijumpai adanya
Yahudi sama sekali. Tetapi "konspirasi Yahudi untuk menguasai dunia"
oleh pihak militer Jepang pernah digunakan pula sebagai legitimasi bagi
serangannya terhadap Cina Kuo Min Tang, yang mereka sebut sebagai bagian dari
konspirasi Yahudi.
Di Eropa dan
Amerika Serikat juga terlihat tidak adanya korelasi yang kuat antara jumlah
orang Yahudi di suatu daerah dan tingginya antisemitisme. Baik di Perancis
maupun di Amerika antisemitisme pernah sangat merakyat di beberapa daerah yang
nyaris tidak mempunyai penduduk Yahudi. Daerah-daerah tersebut merupakan daerah
terbelakang. Yang dibenci orang antisemit di sana, agaknya, bukan orang-orang
Yahudi tertentu melainkan budaya perkotaan dan kemodernan pada umumnya.
Antisemitisme
Dan Zionisme, Dua Sekutu
Di Eropa,
antisemitisme dan Zionisme pernah saling memperkuat (dan sampai sekarang,
agaknya, saling memerlukan). Terdapat kepentingan bersama: para Zionis ingin
mengajak orang Yahudi dari Eropa ke negara yang ingin diciptakan, sedangkan
para antisemit merencanakan "pembersihan etnis". Keberhasilan kedua
gerakan politik tersebut merupakan salah satu tragedi terbesar abad ke-20.
Dengan
demikian, keberadaan Israel sebagai negara Yahudi merupakan "hadiah"
antisemitisme Eropa kepada Timur Tengah. Sangatlah ironis bahwa orang Arab
kemudian secara tidak kritis juga mengambil alih ide-ide antisemitis dari
Eropa.
Dunia Islam Dan
Yahudi
Keberadaan
orang Yahudi di dunia Islam pada masa lalu umumnya lebih baik daripada di
Eropa. Bukan berarti tidak ada diskriminasi atau kebencian terhadap mereka,
tetapi sebagai ahl al-kitab mereka lazimnya dilindungi. Di Eropa mereka barulah
memperoleh hak-hak bersamaan masa transisi dari masyarakat pertanian ke
masyarakat perkotaan dan industri . Kebebasan yang mereka peroleh menimbulkan
reaksi; sikap anti-Yahudi berkaitan erat dengan dengan sikap anti-kemodernan.
Antisemitisme merupakan salah satu gejala protes terhadap perubahan.
Dalam Islam,
tidaklah sulit mencari pembenaran religius untuk membenci Yahudi. Dan
belakangan ini kami sering menjumpai pembenaran ini seolah-olah bagian esensial
dari Islam. Terdapat sejumlah ayat Qur'an yang mengutuk orang Yahudi Madinah
dan sekaligus bisa ditafsirkan sebagai anjuran untuk senantiasa mencurigai dan
membenci kaum Yahudi . Tetapi sebenarnya ayat-ayat ini baru belakangan menjadi
begitu populer. Asal-usul kebencian yang sesungguhnya, tentu, keberadaan negara
Israel di tengah negara-negara Arab, dan kekuatan dahsyat tentara Israel.
Ayat-ayat Qur'an tersebut memberikan legitimasi belakangan kepada kebencian
yang disebabkan oleh kejadian politik. Tulisan Arab anti-Yahudi, agaknya, lebih
diwarnai oleh pengaruh buku antisemit Barat seperti Protokol-Protokol ketimbang
ayat-ayat Qur'an yang berkaitan dengan Yahudi. Sebagian besar buku mengenai
"bahaya Yahudi" yang diterbitkan di dunia Arab merujuk kepada
Protokol-Protokol dan tokoh-tokoh antisemit Barat; hanya beberapa saja yang
bertolak dari analisa ayat-ayat Qur'an.
Palestina:
Nasionalisme Atau Islam?
Kekalahan
militer negara-negara Arab oleh Israel menimbulkan persepsi bahwa sosialisme
dan nasionalisme telah gagal sebagai ideologi yang layak, dan mendukung
munculnya "alternatif Islam" yang sejak dulu disponsori Arab Saudi.
Lahirnya ideologi Islam politik akhir-akhir ini (terutama varian
konservatifnya) berkaitan erat dengan faktor keberadaan Israel. Faktor lain
yang berperan, tentu saja, minyak dan kenaikan harga minyak sejak 1973
(berkaitan langsung dengan perang Arab-Israel dan boikot minyak). Dengan
kenaikan harga minyak, orang Arab secara berangsur kian diperhatikan Barat, dan
perasaan harga diri orang Arab turut terangkat. Di sini kemudian wacana dominan
tentang Israel mulai bergeser dan ditentukan oleh Arab Saudi daripada Mesir dan
berubah dari wacana nasionalis (Israel lawan Arab) menjadi wacana agama (Yahudi
lawan Islam).
"Protokol
Zion" Di Indonesia
Perbincangan
bertema Yahudi, Zionisme dan Israel di kalangan Islam Indonesia cenderung
dipengaruhi oleh buku Protokol-Protokol Para Sesepuh Zion dan tulisan
antisemitis Barat lainnya. Setelah perjanjian perdamaian antara Israel dan
Organisasi Pembebasan Palestina ditandatangani (September 1993), majalah Panji
Masyarakat dan Al-Muslimun memuat laporan khusus tentang Yahudi dan Zionisme
yang tidak hanya berisi opini dan analisa situasi politik saja tetapi juga
menguraikan lagi tentang konspirasi Yahudi berdasarkan Protokol-Protokol
sebagai "bahan bukti" . Tidak mudah memastikan sejak kapan buku
tersebut diketahui di Indonesia. Menurut laporan di Panjimas tadi, majalah ini
pernah memuat artikel panjang mengenai "Ancaman Ular Simbolik Yahudi"
(salah satu tema dari Protokol-Protokol) pada tahun pertama penerbitannya,
yaitu 1959 . Dan itu pun mungkin bukan tulisan pertama tentang konspirasi
rahasia Yahudi untuk menghancurkan Islam. Namun jika dicermati pada dasawarsa
1950-an dan 1960-an tulisan serupa ini belum banyak mendapat perhatian.
Adalah
Prof.Dr. Ahmad Shalaby, guru besar dari Mesir yang pernah mengajar di PTAIN di
Yogyakarta pada dasawarsa 1950-an, yang agaknya memiliki andil dalam
memperkenalkan Protokol-Protokol di Indonesia. Bukunya Perbandingan Agama:
Agama Yahudi, yang rampung ditulis di Mesir pada tahun 1965, membicarakan
panjang lebar Protokol-Protokol. Setelah membahas kitab Taurat dan Talmud
sebagai pustaka keagamaan Yahudi, Shalaby menyuguhkan ringkasan
Protokol-Protokol Para Sesepuh Zion, seolah-olah ini pula teks keagamaan
Yahudi. Tidak jelas apakah Shalaby pada saat ia mengajar di Indonesia juga
telah membicarakan teks tersebut; tampaknya masalah Yahudi waktu itu belum
banyak menarik perhatian orang. Terjemahan Melayu buku Shalaby diterbitkan pada
tahun 1977 di Singapura, dan terjemahan Indonesia baru pada tahun 1990. Buku
ini sering dijadikan rujukan oleh penulis Indonesia. Dipengaruhi langsung oleh
Shalaby, penulis buku teks ilmu perbandingan agama dari Fakultas Ushuluddin
IAIN Sunan Kalijaga juga meyakini bahwa "Protokol Pendeta Zionis"
merupakan kitab sakral Yahudi ketiga, setelah Perjanjian Lama dan Talmud.
Barulah pada
dasawarsa 1980-an konspirasi Yahudi semakin sering dibicarakan di Indonesia.
Pada tahun 1982, Lembaga Penelitian dan Pengembangan Agama (LPPA) Muhammadiyah
dan Rabithah Al-`Alam Al-Islami masing-masing menerbitkan buku mengenai
Freemasonry sebagai organisasi rahasia Yahudi. Keduanya menyebut
Protokol-Protokol sebagai barang bukti yang akurat tentang rencana-rencana
rahasia Yahudi . Buku Rabithah menyebutkan adanya keraguan tentang kebenaran
Protokol namun menegaskan pula bahwa ia benar-benar merupakan dokumen asli.
"Siapa yang membaca dengan teliti teks-teks yang terkandung di dalamnya
akan mengetahui bahwa semua rencana yang terdapat di dalamnya telah
dilaksanakan di seluruh penjuru dunia" (hal. 156). Hanya, menurut para
penulis, rencana Yahudi masa kini pastilah sudah berubah lagi, dan orang harus
waspada terhadap kiat baru dari "para pengusaha kejahatan itu, para
terompet setan itu, para juru tenu kebinasaan itu, dan para penjaga kuil itu."
Pengamatan ini mirip suatu pengakuan bahwa Protokol-Protokol ternyata tidak
relevan untuk memahami Zionisme modern. Tetapi teori konspirasi tetap
dipertahankan, dan pada tahun-tahun berikut di Indonesia terbit sejumlah
terjemahan atau adaptasi Protokol-Protokol :
=>(Versi
ringkas dalam:) Dr. Darouza, Mengungkap tentang Yahudi: Watak, Jejak, Pijak
dari Kasus-Kasus Lama Bani Israel. Surabaya: Pustaka Progressif, 1982. (terbitan
asli: Damascus 1970).
=>(Dikomentari
panjang lebar dalam:) Dr. Majid Kailany, Bahaya Zionisme terhadap Dunia Islam.
Solo: Pustaka Mantiq, 1988. (terbitan asli: Jeddah, 1984).
=>Skenario
Rahasia untuk Menguasai Dunia. Bandung: Hizbul Haq Press, tanpa tahun (1989?).
(dengan kata pengantar yang tampaknya ditulis di Pakistan).
=>Ayat-Ayat
Setan Yahudi. Dokumen Rahasia Yahudi Menaklukkan Dunia dan Menghancurkan Agama.
Jakarta: PT Pustakakarya Grafikatama, 1990. (dengan kata pengantar oleh
"Social Reform Society", Kuwait).
Dalam kata
pengantar sejumlah edisi ini tidak ditemui isyarat bahwa teks ini hanya berupa
sebuah pemalsuan kasar saja. Penulis kata pengantar dua yang terakhir malahan
mengklaim dengan mengabaikan kenyataan -
bahwa buku ini sulit didapatkan dan di mana-mana dilarang (gara-gara konspirasi
Yahudi, tentu saja). Agaknya, mereka lupa menyebutkan bahwa bukunya pernah
dicetak dalam oplag ratusan ribu dan disebarkan ke mana-mana oleh rezim Nazi
Jerman, dan di negara-negara Arab sendiri terjemahan Protokol-Protokol dengan
mudah diperoleh di mana saja.
Daya Tarik
Teori Konspirasi
Teori-teori
konspirasi mempunyai daya tarik kuat karena merupakan penjelasan yang mudah
difahami dan sekaligus menunjukkan kambing hitam. Teori konspirasi meletakkan
tanggungjawab atas segala hal yang tidak disenangi pada orang lain. Penganut
teori ini tidak perlu mengungkapkan kekurangan, kelemahan dan kesalahannya
sendiri, tidak pula mesti mengkritik diri sendiri karena semua hal dianggap
kejahatan pihak lawan. Teori-teori semacam ini menutup kemungkinan orang
mencermati sebab-sebab yang sebenarnya, sehingga tidak mudah atau malahan
mustahil mengubah secara rasional keadaan yang tidak disenangi.
Teori
konspirasi yang disebarkan oleh penyusun Protokol-Protokol menawarkan
penjelasan semua peristiwa politik dan ekonomi yang telah terjadi selama satu
abad: berkembangnya kapitalisme maupun gerakan-gerakan komunis, revolusi maupun
kontrarevolusi, modernisasi dan rasionalisasi sistem ekonomi, gerakan
pembebasan dan emansipasi, liberalisme dan sekularisasi. Ini semua dianggap
buah dari rekayasa komplotan Zionis yang maha hebat. "Hampir setiap
peristiwa besar di dunia berjalan mengikuti tuntutan The Elders of Zion ini.
Peperangan, kemerosotan, revolusi, naiknya biaya hidup, dan keresahan
berlarut-larut, wujud nyata mengangkangi dunia melalui pintu belakang" .
Menurut pandangan demikian, orang lain tidak berdaya dan tidak mampu memberi
sumbangan terhadap alur sejarah; hanya Yahudi sajalah yang menentukannya.
Teori
konspirasi ini sangat berbeda dengan analisa yang mendalam tentang kekuatan dan
strategi nyata Zionisme. Negara Israel, organisasi Zionis di luar Israel dan
para simpatisan Zionisme melakukan berbagai hal, secara terbuka maupun
terselubung, untuk mempengaruhi pendapat umum dan kebijaksanaan negara-negara
lain. Lobi-lobi Yahudi di Amerika dan Eropa memang sangat canggih dan berhasil;
tetapi kalau aktivitas-aktivitasnya ditelaah secara cermat gambaran yang
diperoleh sangat berbeda dengan Protokol-Protokol .
Yahudi
sebagai simbol perubahan yang mengancam
Umat Islam
Indonesia, sebagai umat Islam negara-negara lain, menjunjung tinggi solidaritas
dengan bangsa Palestina. Republik Indonesia tidak mengakui negara Israel, dan
seluruh umat Islam Indonesia menganggap berdirinya Israel, apalagi pendudukan
Gaza dan Tepi Barat dan pembangunan pemukiman Yahudi di sana, sebagai
ketidakadilan yang tidak dapat dibenarkan.
Tetapi
belakangan terdengar banyak ungkapan anti-Yahudi yang tidak ada sangkut pautnya
dengan masalah Israel-Palestina. Yahudi dan kelicikan serta tipu dayanya
dikritik, tetapi sasaran kritik ini sesungguhnya bukan orang Yahudi melainkan
orang atau situasi di Indonesia sendiri. Rupa-rupa hal di Indonesia yang tidak
disenangi (misalnya perkembangan pemikiran Islam liberal, atau konsep Hak Asasi
Manusia) dikaitkan dengan konspirasi Yahudi.
Yahudi
memang sejak dulu juga dikaitkan dengan golongan atau gerakan lain yang oleh
pihak tertentu dianggap membahayakan status quo :
=>Faham
Syiah, menurut sebagian penulis Sunni, konon berasal dari seorang bekas Yahudi
bernama Abdullah bin Saba', yang pura-pura masuk Islam. Ia konon orang pertama
yang mengistimewakan Ali bin Abi Thalib dan memulai kultus terhadap Ali dan
keturunannya. Alasannya, konon untuk menghancurkan Islam dari dalam. Cerita ini
sebagai "penjelasan" lahirnya Syi'ah sudah sangat lama, tetapi oleh
kalangan ahli sejarah kebanyakan ditolak. Di Indonesia sendir, hikayat Abdullah
bin Saba' disebarkan lagi setelah revolusi Iran, oleh kalangan yang paling
dekat ke Arab Saudi (yaitu tokoh-tokoh Dewan Dakwah). Latar belakang politik
isu ini tidak dapat diabaikan.
=>Freemasonry
(Vrijmetselarij) memang suatu gerakan rahasia dan internasional, tetapi di tiap
negara mempunyai corak tersendiri. Kasus yang pernah menghebohkan adalah
skandal politik dan korupsi menyangkut sebuah cabang Freemasonry di Italia yang
anggotanya terdiri dari pengusaha besar, politisi, jaksa dan hakim, militer dan
mafia. Di negara lain tidak pernah ada skandal demikian. Anggota Freemasonry
pada umumnya terdiri dari orang elit dan berpikiran bebas. Orang Yahudi tidak
memainkan peranan menonjol dalam Freemasonry.
=>Rotary
Club, Lions Club dan sebagainya. Perkumpulan orang elit bercorak khas Amerika.
Pada dasarnya sebuah cabang lokal terdiri dari orang yang mewakili semua
profesi (seorang dokter, seorang notaris, seorang guru sekolah, seorang
pedagang, dan seterusnya), dan tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan.
Dapat difahami sekiranya salah satu fungsi utama perkumpulan semacam ini bagi
anggotanya adalah menyediakan jaringan "koneksi". (Freemasonry, tentu
saja, mempunyai fungsi yang sama). Menurut sebagian penganjur teori tentang
konspirasi Yahudi, perkumpulan tersebut mempunyai tujuan rahasia dan merupakan
bagian dari persekongkolan Yahudi itu. Di Indonesia sebagian besar anggota
perkumpulan tersebut, agaknya, terdiri dari orang Cina.
=>Marxisme
dan sosialisme-sosialisme lainnya. Karl Marx memang seorang Yahudi (walaupun
tak beragama Yahudi), dan sejumlah nama besar di partai-partai kiri dan gerakan
buruh Eropa juga Yahudi. Tujuan marxisme sebetulnya bertolak belakang dengan
Zionisme, tetapi hal ini diabaikan oleh penganjur teori konspirasi. Baik
kapitalisme maupun anti-kapitalisme diyakini merupakan bagian dari konspirasi
Yahudi-Zionis yang sama. Dan bukan itu saja; semua pemikiran dan ideologi
modern dicurigai, termasuk liberalisme. Hal ini mungkin menunjukkan kepentingan
apa, atau kekhawatiran golongan sosial mana, yang ada di balik teori konspirasi
Yahudi itu. Seperti halnya di Eropa pada abad yang lalu, tampaknya Yahudi
diidentikkan dengan segala aspek proses transformasi masyarakat tradisional,
berkembangnya kapitalisme dan individualisme, sekularisasi dan humanisme dan
munculnya konflik sosial-ekonomi.
"Yahudi"nya
Indonesia
Rasanya
tidak terlalu mengejutkan kalau kita menyaksikan di Indonesia belakangan ini
pemikir-pemikir Islam berwawasan kosmopolit sudah mulai dijuluk
"Yahudi" dan "Zionis" pula. Gerakan pembaharuan Islam yang
mengkritik faham-faham mapan, menawarkan pola penafsiran baru dan menganjurkan
sikap toleran terhadap sesama Muslim maupun penganut agama lain, tentu saja
dicurigai oleh golongan yang berpegang kuat kepada faham mapan. Sepanjang
sejarah, para pembaharu sering dituduh ingin menghancurkan agama (sedangkan
mereka sendiri mengaku ingin mengembalikan esensi agama kepada kedudukan yang
sentral). Dengan semakin populernya teori tentang konspirasi Yahudi, dan
mengikuti logika bahwa setiap hal yang mengancam Islam atau kemapanan apa pun
adalah ulah Yahudi-Zionis, dengan sendirinya gerakan pembaharuan Islam mudah
dituding sebagai bagian dari konspirasi Yahudi.
Setidaknya
terdapat dua dimensi pada penjulukan "Yahudi" terhadap sementara
pemikir Islam yang liberal. Yang pertama menyangkut pemikiran mereka, yang
dituduh dipengaruhi oleh orientalisme (dan orientalisme, tentu saja, dianggap
sebagai salah satu senjata Yahudi dalam usahanya untuk menghancurkan Islam).
Yang kedua, dan ini yang pada hemat saya lebih penting, menyangkut
kosmopolitanisme dan kemodernan mereka serta golongan sosial yang merupakan
pendukung utama mereka. Sindiran dengan mencap "Yahudi" dan "Zionis"
pernah dilontarkan dalam polemik melawan Nurcholish Madjid dengan Paramadinanya
dan kemudian pula melawan LSAF dan majalah Ulumul Qur'an (pernah dijuluk Ulumul
Talmud oleh pihak penentang). Yang dimaksud, agaknya, bukan saja keterbukaan,
toleransi dan sikap berdamai mereka terhadap agama Kristen dan Yahudi,
melainkan sesuatu yang lebih mendasar.
Baik
Paramadina maupun LSAF mewakili trend baru dalam umat Islam, berkaitan erat
dengan munculnya kelas menengah Islam yang sedang naik daun (dalam ekonomi
maupun politik) dan yang mencari gaya Islam yang modern, bergengsi,
"canggih" dan "trendy". Kelas baru ini, lebih terpelajar,
kosmopolit dan percaya pada diri daripada generasi-generasi sebelumnya. Berikut
mereka ini bergaya hidup modern dan individualis serta mungkin pula kurang
peduli terhadap kesenjangan sosial yang ada. Bukankah mereka ini yang merupakan
sasaran sebenarnya dari julukan "Yahudi"? Dalam polemik berkelanjutan
antara penulis muda serial Media Dakwah dengan majalah Ulumul Qur'an, saya
(kalau tidak sangat keliru) mencerna juga adanya pertentangan "orang
kampungan" lawan "orang gedongan", yang masing-masing mempunya
gaya menghayati Islam sendiri.
Di negara
Pancasila, pertentangan "antar-golongan" tidak bisa diungkapkan
secara terang-terangan, dan itu yang membuat kata "Yahudi" begitu
berguna bagi orang tertentu. Indonesia tidak punya hubungan dengan Israel, dan
agama Yahudi tidak termasuk lima agama yang resmi diakui. Oleh karena itu,
mengutuk Yahudi tidak mengandung risiko tuduhan SARA, berbeda dengan kutukan terhadap
pengusaha Cina, pejabat Katolik atau Orang Kaya Baru (bangsa Pondok Indah).
Secara demikian teori konspirasi Zionis - Yahudi - Freemasonry - Rotary Club,
yang diimpor dalam bentuk siap pakai, terbukti mempunyai fungsi serbaguna di
Indonesia. Bukan saja semua perubahan sosial, ekonomi dan budaya yang terjadi
dalam masyarakat dapat "dijelaskan" dalam kerangka teori ini,
melainkan golongan yang tidak disegani pun dapat dengan mudah dituding pula
sebagai bagian dari konspirasi yang sama.
Wacana
tentang Yahudi dan konspirasi untuk menguasai dunia, dengan Protokol-Protokol
Para Sesepuh Zion sebagai sumber utama, berasal dari Eropa dan masih
mencerminkan pertentangan sosial di Eropa pada masa laju modernisasi
berlangsung begitu cepat. Wacana tersebut sampai ke Indonesia melalui Timur
Tengah (terutama Arab Saudi) setelah menjadi bagian dari pandangan dunia Islam
yang dipropagandakan Rabithah Al-`Alam Al-Islami. Di Indonesia, wacana ini
telah mendapat fungsi baru dan diterapkan untuk membicarakan pertentangan yang
sesungguhnya kasatmata namun tidak bisa dibicarakan secara terbuka. Wacana ini
tidak membantu untuk memahami apa yang terjadi di sekitar kita, tetapi mungkin
saja lebih memuaskan sebagai penjelasan dan pembenaran kegagalan orang daripada
sebuah analisa yang sungguh-sungguh. Dan sejarah Eropa abad terakhir ini
menunjukkan betapa berbahaya wacana ini.
Sumber:
http://www.scribd.com/doc/13163758/Yahudi-Sebagai-Simbol-DalamWacana-Islam-Indonesia-Masa-Kini
Bagaimana
menurut pendapat anda tentang hal tersebut diatas ?
Yang
jelas, tergantung pada pemikiran anda masing-masing.
OKE,
Sekian dulu posting dari saya mengenai Wacana Bahaya Kaum Yahudi Dalam Islam dan Indonesia Masa Kini.
Semoga
bermanfaat.....!!
» JANGAN LUPA LIKE N
Komentarnya Yeach...