WARSITO
nyaris gila saat komputer kerjanya hangus terbakar disambar petir. Hanya satu
laptop tersisa, dan itu juga tiba-tiba jebol. Ini cobaan berat: di komputer
itu, hasil riset belasan tahun hilang tak berjejak.
Hampir
sepekan dia berdiam diri di kamar. Mimpinya seperti kandas. Dia ingin
menciptakan alat pemindai empat dimensi (4D) berbasis teknologi Electrical Capacitance Volume - Tomography (ECVT). Itu teknologi pemindaian tiga dimensi
(3D), dengan obyek bergerak berkecepatan tinggi, sehingga menghasilkan citra
4D.
Getir. Tapi
dia harus bangkit, dan tak boleh menyerah. Musibah itu memaksanya kembali
membongkar arsip, dan catatan riset. Satu tim ahli dibentuknya membantu kerja
besar itu. Mereka dari Center for Tomography Research Laboratory (CTECH Labs).
Pada 2004,
riset itu kelar. Tapi masih dalam bentuk simulasi. Meski begitu, temuan Warsito
segera menjadi incaran sejumlah perusahaan terkemuka dunia. Teknologi pemindai
4D pertama di dunia itu akhirnya dipatenkan di Amerika Serikat, dan lembaga
paten internasional PTO/WO pada 2006.
Tak kurang,
yang naksir berat adalah NASA, lembaga antariksa Amerika. “NASA adalah lembaga
luar yang pertama kali mengakui teknologi ini, dan kemudian memakainya meskipun
masih taraf riset,” katanya.
NASA memakai
teknologi temuannya itu, untuk mengembangkan sistem pemindai tumpukan embun di
dinding luar pesawat ulang-alik. Saat pesawat itu meluncur, ada perubahan suhu
sangat tinggi. Tumpukan embun itu bisa merusak dinding pesawat yang terbuat
dari keramik.
Setelah
NASA, temuan Warsito dilirik oleh lembaga top lainnya, seperti Ohio State
University, perusahaan B&W, Departemen Energi Amerika, University of
Cambridge, dan sejumlah lembaga besar lain.
Teknologi
Warsito itu diperkirakan bakal membawa perubahan drastis dalam perkembangan
riset dan teknologi. Jangkauannya juga luas. Mulai dari bidang energi, proses
kimia, kedokteran hingga nano-teknologi.
Menekuni
riset tomografi sejak 1992, persisnya saat dia kelar tugas akhir S1, Warsito
mengatakan hasil yang dicapainya adalah buah dari kerja keras. Tomografi yang
dia kembangkan bukan ada secara tiba-tiba. “Proses pengembangannya panjang,
diikuti improvisasi terus-menerus sampai saat ini,” ujarnya.
Tomografi
adalah teknologi memindai berbagai obyek, dari luar hingga kondisi bagian
dalam, tanpa harus merusak penampangnya. Teknologi ini terdiri dari rangkaian
sistem sensor, elektronika, dan komputer.
Dengan
teknologi ini, pemindaian bisa dilakukan dari luar, tanpa menyentuh obyek.
Contoh paling umum adalah mesin CT Scan, dan MRI yang digunakan di bidang
kedokteran. Hanya, dua alat itu sekadar menghasilkan citra dua dimensi (2D),
dengan obyek tidak bergerak.
Sedangkan
tomografi ciptaan Warsito mampu memindai 3D, atau volumetrik dengan obyek
bergerak berkecepatan tinggi. “Jadi bisa 4D yakni tiga dimensi ruang dan satu
dimensi waktu,” ujarnya. Aplikasinya pun, kata Warsito, sangat luas. “Dari
reaktor yang dipakai di pabrik-pabrik, tubuh manusia, obyek-obyek skala nano,
hingga perut bumi.”
Menurut
Warsito, pemindaian dari dalam menuju luar dinding itu bisa dilakukan karena
teknologi tomografi 4D kreasinya memakai gelombang listrik non-linear.
Teknologi pemindai lain menggunakan gelombang linear, sehingga hanya bisa
memindai dari luar obyek, ke dalam obyek.
Di
Indonesia, teknologi yang masih terus dikembangkan Warsito ini, digunakan untuk
pemindaian tabung gas bertekanan tinggi, seperti kendaraan berbahan bakar gas
Bus Transjakarta.
Tabung gas
bertekanan tinggi perlu dipindai untuk memeriksa apabila ada retakan di dalam
tabung yang tidak terlihat. Sebab, retakan itu bisa mengakibatkan ledakan, dan
berdampak fatal. Sistem pemindai ini telah dipakai di pabrik tabung gas tekanan
tinggi di Cikarang.
“Ada banyak
teknologi turunan dari sensor dan tomografi ini yang sekarang sedang kami
kembangkan, seperti sensor untuk treatment kanker, sistem pemindaian aktivitas
otak manusia, hingga sensor untuk kebocoran tabung gas,” Warsito menambahkan.
Di bidang
kedokteran, teknologi temuan Warsito jelas mengungguli kemampuan CT Scan dan
MRI. Penemu CT Scan, Sir Godfrey Hounsfield dan Dr. Alan Cormack, diganjar
Nobel Bidang Fisiologi dan Kedokteran 1979. Pun penemu MRI, Paul Lauterbur dan
Sir Peter Mansfield, yang meraih penghargaan sama tahun 2003.
Akankah
Warsito menjadi peraih Nobel di masa mendatang?. “Rasanya terlalu tinggi untuk
bangga dengan ini semua. Yang saya pikirkan hanyalah keinginan memberikan
harapan bagi bangsa agar tidak terlalu pesimis dengan kemampuan mereka, dan
tidak harus merasa rendah terhadap bangsa mana pun juga,” ujar Warsito.
Jika menurut agan-agan
artikel ini bermanfaat silahkan di share atau LIKE and Commentnya supaya lebih banyak lagi
yang mendapat manfaat dari artikel ini.
Sumber
: Vivanews, http://belanegarari.wordpress.com/