Kejahatan Politik - Berjamaahnya para politikus Indonesia mengungsikan diri keluar negeri khusunya
ke negera Swiss dan Singapura merupakan fenomena yang sudah menjadi tren
glamour dalam wajah politik dan hukum negara kita. Dan sudah menjadi rahasia
umum bahwa mereka yang melarikan diri keluar negeri adalah politikus yang
sementara diproses hukum karena tindak pidana korupsi. Logika untuk mengamini
proposisi tersebut cukup sederhana. Kalau memang mereka tidak melakukan kejahatan
(memang orang yang baik) ngapain sembunyi-sembunyi keluar negeri meski sudah
mendapatkan izin pencegahan bepergian keluar negeri oleh lembaga Imigrasi?
Memang
sangat memprihatinkan perilaku yang dipertontonkan oleh para pejabat publik
kita tersebut, mengingat mereka adalah penyambung lidah masyarakat yang
seharusnya tidak menjadi aktor penjahat politik dalam kondisi negera yang baru
berekperimen untuk konsisten mengadopsi sistem politik demokrasi.
Yang
menarik untuk dikaji adalah adalah apakah fenomena diatas bisa diklasifikasikan
sebagai kejahatan politik?
Konsep Kejahatan
Politik
Kejahatan
adalah term atau cap yang diberikan orang untuk menilai perbuatan-perbuatan
tertentu, sebagai perbuatan tidak berbudi dan bermoral (menafikan nilai-nilai
kemanusiaan). Dengan demikian maka si pelaku disebut sebagai penjahat.
Pengertian tersebut bersumber dari alam nilai, maka ia memiliki pengertian yang
sangat relatif, yaitu tergantung pada manusia yang memberikan penilaian itu.
Jadi apa yang disebut kejahatan oleh seseorang belum tentu diakui oleh pihak
lain sebagai suatu kejahatan pula. Kalaupun misalnya semua golongan dapat
menerima sesuatu itu merupakan kejahatan tapi berat ringannya perbuatan itu
masih menimbulkan perbedaan pendapat.
Tentang
definisi dari kejahatan itu sendiri tidak terdapat kesatuan pendapat diantara
para sarjana. R. Soesilo membedakan pengertian kejahatan secara juridis dan
pengertian kejahatan secara sosiologis. Ditinjau dari segi juridis, pengertian
kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan
undang-undang. Ditinjau dari segi sosiologis, maka yang dimaksud dengan
kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si
penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan,
ketentraman dan ketertiban.
Marshall
B. Clinard dan Richard Quinney memberikan 8 tipe kejahatan yang didasarkan pada
4 karakteristik, yaitu :
(1).
Karir penjahat dari si pelanggar hukum
(2).
Sejauh mana prilaku itu memperoleh dukungan kelompok
(3).
Hubungan timbal balik antara kejahatan pola-pola prilaku yang sah
(4).
Reaksi sosial terhadap kejahatan
Tipologi
kejahatan yang mereka susun adalah Pertama,Kejahatan perorangan dengan
kekerasan yang meliputi bentuk-bentuk perbuatan kriminil seperti pembunuhan dan
perkosaan, Pelaku tidak menganggap dirinya sebagai penjahat dan seringkali
belum pemah melakukan kejahatan tersebut sebelumnya, melainkan karena
keadan-keadaan tertentu yang memaksa mereka melakukannya. KeduaKejahatan
terhadap harta benda yang dilakukan sewaktu-waktu, termasuk kedalamnya antara
lain pencurian kendaraan bermotor. Pelaku tidak selalu memandang dirinya
sebagai penjahat dan mampu memberikan pembenaran atas perbuatannya. Ketiga
Kejahatan yang dilakukan dalam pekerjaan dan kedudukan tertentu yang pada
umumnya dilakukan oleh orang yang berkedudukan tinggi. Pelaku tidak memandang
dirinya sebagai penjahat dan memberikan pembenaran bahwa kelakuannya merupakan
bagian dari pekerjaan sehari-hari.Keempat Kejahatan politik yang meliputi
pengkhianatan spionase, sabotase, dansebagainya. Pelaku melakukannya apabila
mereka merasa perbuatan ilegai itu sangat penting dalam mencapai
perubahan-perubahan yang diinginkan dalam masyarakat. Kelima Kejahatan terhadap
ketertiban umum. Pelanggar hukum memandang dirinya sebagai penjahat apabila
mereka terus menerus ditetapkan oleh orang lain sebagai penjahat, misalnya
pelacuran. Reaksi sosial terhadap pelanggaran hukum ini bersifat informal dan
terbatas. KeenamKejahatan konvensional yang meliputi antara lain perampokan dan
bentuk-bentuk pencurian terutama dengan kekerasan dan pemberatan. Pelaku
menggunakannya sebagai part time- Carreer dan seringkali untuk menambah
penghasilan dari kejahatan.
Perbuatan ini berkaitan dengan tujuan-tujuan sukses
ekonomi, akan tetapi dalam hal ini terdapat reaksi dari masyarakat karena nilai
pemilikan pribadi telah dilanggar. Ketujuh, Kejahatan terorganisasi yang dapat
meliputi antara lain pemerasan, pelacuran, perjudian terorganisasi serta
pengedaran narkotika dan sebaigainya. Pelaku yang berasal dari eselon bawah
memandang dirinya sebagai penjahat dan terutama mempunyai hubungan dengan
kelompok-kelompok penjahat, juga terasing dari masyarakat luas, sedangkan para
eselon atasnya tidak berbeda dengan warga masyarakat lain dan bahkan seringkali
bertempat tinggal dilingkungan-lingkungan pemukiman yang baik. Kedelapan
Kejahatan profesional yang dilakukan sebagai suatu cara hidup seseorang. Mereka
memandang diri sendiri sebagai penjahat dan bergaul dengan penjahat-penjahat
lain serta mempunyai status tinggi dalam dunia kejahatan. Mereka sering juga
cenderung terasing dari masyarakat luas serta menempuh suatu karir penjahat.
Reaksi masyarakat terhadap kejahatan ini tidak selalu keras.
Dari
segi istilah, kejahatan politik merupakan kata majemuk “kejahatan” dan
“politik”. Namun apabila dilihat dari kata majemuk ini, kita akan menemui
masalah, sebab begitu banyak pengertian yang kita dapatkan dari istilah
kejahatan maupun istilah politik. Seperti yang telah dikemukakan pada bagian
awal tulisan ini, bahwa kejahatan dapat diberi pengertian berdasarkan Legal
Definition of Crimes dan Social Definition of Crimes. Kejahatan dalam
pengertian J D Crimes adalah perbuatan-perbuatan yang telah dirumuskan dalam
Perundang-undangan pidana. Sementara kejahatan berdasarkan social Definition of
crimes adalah definisi kejahatan sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku
dalam lingkungan sosial kemasyarakatan.
Demikian
pula untuk istilah politik, terlalu banyak pengertian politik yang dapat kita
temukan, sebab politik berkaitan erat dengan tujuan negara, kekuasaan dalam
arti mendapatkan dan mempertahankannya, pengambilan keputusan, kebijakan
pengambilan keputusan dan lain sebagainya. Menurut Yuwono Sudarsono, politik
adalah proses hidup yang serba hadir dalam setiap lingkungan sosial budaya.
Politik juga sering disalah artikan, misalnya larangan untuk berpolitik,
deidiologisasi, deparpolitisasi yang hampir semua orang telah mengetahui bahwa
pelarangan itu juga merupakan perbuatan politik.
Penjahat politik menghendaki pengakuan dari norma-norma yang diperjuangkan agar dapat diterima oleh tertib hukum yang berlaku. Sementara perbuatan politik dilakukan bukan semata-mata karena keberatan terhadap norma yang dilanggarnya, akan tetapi terutama keberatan terhadap norma-norma lain yang menjadi bagian dan tertib hukum atau berkeberatan terhadap situasi-situasi hukum yang dianggap tidak adil. Pembedaan ini penting untuk kualifikasi kejahatan politik dengan perbuatan politik yang melakukan kritik terhadap pemerintah. Perbuatan politik tidak dimaksudkan untuk menimbulkan kekacauan di masyarakat, tetapi semata-mata untuk memperbaiki keadaan masyarakat dengan perbuatan, antara lain demonstrasi, petisi, aksi protes dan lain sebagainya. Seorang pelaku perbuatan politik menolak melakukan sesuatu yang dianggap bertentangan dengan hati nuraninya.
Ada juga term political refugee yakni mereka yang melarikan diri keluar negeri karena pemerintahnya berdasarkan perbedaan politik, ras, agama dan lain sebagainya. Seorang pengungsipolitik adalah seorang korban pasif dan suatu gejolak politik, tidak ikut aktif dalam suatu oposi di negerinya. Mereka tidak kembali ke negeri asalnya karena ada resiko akan mendapatkan perlakuan yang tidak adil. Berbeda halnya politikus yang melarikan diri keluar negeri untuk mengamankan diri dari jeratan hukum suatu negara setelah melakukan korupsi.
Definisi lain mengenai kejahatan politik adalah menurut konferensi internasional tentang hukum pidana. Konferensi tersebut memberi pengertian kejahatan politik sebagai kejahatan yang menyerang organisasi maupun hak penduduk yang timbul dari berfungsinya negara tersebut. Pengertian tersebut juga belum menjelaskan siapa yang menjadi subyek hukum dan delik politik, apakah individu, korporasi, ataukah negara. Demikian pula organisasi mana yang dimaksud, sebab begitu banyak organisasi yang didirikan di suatu negara.
Parameter
Kejahatan Politik
Berdasarkan
berbagai pendapat tersebut di atas yang belum secara tegas memberikan
pengertian kejahatan politik, kiranya untuk menerapkan apakah terhadap pelaku
perbuatan yang diindikasikan mempunyai unsur politik dapat diekstradisi ataukah
tidak masih memerlukan pembahasan secara mendalam dan memerlukan keputusan
politik dalam rangka pembaharuan hukum pidana. Memang sulit untuk menentukan
pengertian kejahatan politik. Penjelasan tersebut di atas hanya menunjukkan
perbedaan antara pelaku pada kejahatan biasa dengan kejahatan politik serta sifat
perbuatannya itu sendiri.
Walaupun
demikian sekedar pegangan untuk menentukan apakah suatu kejahatan termasuk
sebagai kejahtan politik, parameter yang dapat digunakan adalah (1). Perbuatan
pidana tersebut ditujukan untuk mengubah tertib hukum yang berlaku di suatu
negara; (2). Perbuatan pidana tersebut ditujukan kepada negara atau
berfungsinya lembaga lembaga negara; (3). Perbuatan tersebut secara dominan
menampakan motif dan tujuan politiknya; (4). Pelaku perbuatan mempunyai
keyakinan bahwa dengan mengubah tertib hukum yang berlaku maka apa yang ingin
dicapai adalah lebih baik dan keadaan yang berlaku sekarang.
Akan tetapi untuk menetapkan apakah suatu perbuatan merupakan kejahatan politik harus tetap hati-hati, karena demokratisasi politik dan penegakan hak asasi manusia telah menjadi isu global. Perjuangan berbagai bangsa untuk melepaskan diri dari kolonialisme telah menjadikan kejahatan politik menjadi semakin nisbi. Kejahatan politik adakalanya juga berkaitan dengan dimensi tempat dan waktu.
Akan tetapi untuk menetapkan apakah suatu perbuatan merupakan kejahatan politik harus tetap hati-hati, karena demokratisasi politik dan penegakan hak asasi manusia telah menjadi isu global. Perjuangan berbagai bangsa untuk melepaskan diri dari kolonialisme telah menjadikan kejahatan politik menjadi semakin nisbi. Kejahatan politik adakalanya juga berkaitan dengan dimensi tempat dan waktu.
Hal
ini dikarenakan apa yang dianggap sebagai kejahatan di suatu negara belum tentu
dianggap sebagai kejahatan di negara lain. Kritik terhadap kekuasaan negara
adakalanya dianggap sebagai kejahatan oleh penguasa penguasa totaliter, tetapi
tidak disebut sebagai kejahatan bagi negara yang menganut paham demokrasi.
Seorang freedom fighter juga disebut sebagai penjahat atau pemberontak oleh
penguasa berdasarkan tertib hukum yang berlaku, tetapi ia dapat disebut sebagai
pahlawan manakala tertib hukum yang dicitakan terwujud sesuai dengan idealita
yang dianutnya.
Melihat
parameter kejahatan politik tersebut di atas tampak sekali bahwa kejahatan
politik sangat tipis dengan kejahatan umum. Dikatakan demikian sebab kejahatan
politik dapat dilakukan secara terang-terangan melalui kejahatan umum seperti
pembunuhan, perusakan, bahkan dengan teror dan lain sebagainya. Kejahatan
politik juga dapat dilakukan secara connex dengan kejahatan biasa, misalnya
pencurian. senjata untuk mendukung perjuangan politik.
Menurut
Piers Beirne dan James Messerschmidt kejahatan politik secara kriminologis
dapat dibedakan dalam tiga bentuk. Pertama adalah kejahatan politik yang
ditujukan kepada negara atau political crimes against the state. Kedua adalah
kejahatan politik oleh negara atau domestic political crimes by the state.
Ketiga adalah kejahatan politik internasional oleh negara atau internationalpo
litical crimes by the state.
Ketiga
bentuk kejahatan politik di atas dalam kaitannya dengan ekstradisi, hanya
bentuk pertamalah yang relevan. Sedangkan bentuk kedua dan ketiga yang menjadi
subyek hukum adalah negara, sehingga tidak termasuk subyek yang dapat
diekstradisi. Tipe ketiga atau internationalpolitical crimes by the state dapat
meliputi kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh negara terhadap negara lain
maupun lembaga-lembaga internasional terhadap negara tertentu. Political crimes
against the state meliputi violent political crimes against the state maupun
nonviolent political crimes against the state. Sementara domestic political
crimes by the state meliputi state corruption dan state politi cal repression.
Sebagaimana
disebutkan di atas, kualifikasi kejahatan politik penting untuk menentukan
apakah penjahat dapat diekstradisi ataukah tidak. Sudah barang tentu perihal
ekstradisi ini terkait dengan masalah hak asasi manusia, yakni hak untuk mendapatkan
perlindungan hukum.
Ekstradisi
adalah proses penyerahan seorang tersangka atau terpidana karena telah
melakukan kejahatan yang dilakukan secara formal oleh negara kepada negara lain
yang punyai wewenang untuk memeriksa dan mengadili penjahat tersebut. Secara
umum dalam studi ilmu hukum terdapat 4 (empat) asas hukum dalam pengaturan
ekstradisi.
Pertama,
double criminality principle atau asas kejahatan rangkap. Asas tersebut
mengandung arti bahwa perbuatan yang dilakukan oleh tersangka, baik menurut
hukum negara yang meminta, maupun negara yang diminta dinyatakan sebagai
kejahatan. Kedua, asas bahwa negara yang diminta berhak untuk tidak menyerahkan
warga negaranya sendiri. Ketiga, asas bahwa jika suatu kejahatan tertentu oleh
negara yang diminta dianggap sebagai kejahatan politik, maka permintaan
ekstradisi ditolak. Keempat, asas bahwa suatu kejahatan yang seluruhnya atau
sebagian diwilayahnya termasuk dalam yurisdiksi negara yang diminta, maka
negara mi dapat menolak permintaan ekstradisi ini.
Berdasarkan
uraian diatas maka yang patut untuk menjadi renungan kita bersama adalah bahwa
memang tidak bisa dinafikan kejahatan merupakan suatu persoalan yang selalu
melekat dimana masyarakat (negara) itu ada, termasuk kejahatan politik.
Kejahatan politik selalu akan ada seperti penyakit dan kematian yang selalu
berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke tahun.
Segala
daya upaya dalam menghadapi kejahatan politik hanya dapat menekan atau
mengurangi meningkatnya jumlah kejahatan politik dan memperbaiki penjahat
politik agar dapat kembali sebagai warga masyarakat yang baik.
Masalah
pencegahan dan penanggulangan kejahatan politik , tidaklah sekedar mengatasi
kejahatan yang sedang terjadi dalam lingkungan suprastuktur politik dan
infrasrtuktur poltik, tapi yang harus menjadi titik tekan adalah bagaimana
menciptakan sebuah sistem politik dan pemerintahan yang diatur sedemikian rupa
dalam regulasi yang menjamin kemungkinan kecil oknum tertentu untuk melakukan
kejahatan politik.
Hal
itu menjadi tugas dari setiap elemen bangsa dan negara ini khususnya para
pembuat regulasi di DPR, karena mereka adalah penyambung lidah rakyat atau
pelayan masyarakat.
Oleh: Subiran (Mahasiswa Jurusan Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta, kader HI (Human Illumination) dan HMI Cab. Kolaka-Makassar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar