Umat Islam
di negara bagian itu terpaksa harus mengungsi. Burma Digest juga mencatat, pada
tahun 2005, telah muncul perintah bahwa anak-anak Muslim yang lahir di Sittwe,
negara bagian Rakhine (Arakan) tidak boleh mendapatkan akta kelahiran.
Hasilnya, hingga saat ini banyak
anak-anak yang tidak mempunyai akta lahir. Selain itu, National Registration
Cards (NRC) atau kartu penduduk di negara Myanmar sudah tidak diberikan lagi
kepada mereka yang memeluk agama Islam.
Myanmar : Kami Tak Akui Rohingya sebagai Warga
Pemerintah
Myanmar menegaskan, warga Muslim Rohingya yang merupakan etnis minoritas,
takkan mendapatkan kewarganegaraan Myanmar. Meski demikian, ribuan warga
Rohingya sudah ada di Arakan ratusan tahun yang lalu.
“Mereka
bukanlah bagian dari 130 etnis kami,” ujar Menteri Urusan Perbatasan Myanmar
Thein Htay, seperti dikutip DPA, Selasa (31/7/2012).
Sebelumnya
Presiden Myanmar Thein Sein juga belum bisa menerima warga Rohingya sebagai
warga negaranya. Thein Sein sempat menganjurkan deportasi untuk warga tidak
bernegara itu.
“Sangatlah
tidak mungkin untuk menerima warga Rohingya yang merupakan imigran gelap,” ujar
Thein Sein.
Ketika
insiden konflik komunal terjadi di Arakan dan menewaskan 80 orang, Myanmar
menangkap tiga orang petugas Badan PBB untuk urusan pengungsi (UNHCR).
Ketiga petugas UNHCR itu diduga terlibat dalam insiden kerusuhan.
Selama ini,
Thein Sein pun menyarankan UNHCR agar menempatkan warga Rohingya di luar
Myanmar atau membentuk kamp penampungan untuk mereka. Dan tepat ketika utusan
PBB datang ke Myanmar, Pemerintah Myanmar menampik keras peristiwa pembantaian
itu.
Pemerintah
Myanmar juga mengklaim, kekerasan yang terjadi di Negara Bagian Arakan sudah
terpolitisasi. Insiden itu tidak berkaitan dengan adanya diskriminasi
keagamaan.
Sejak 1982
silam, Pemerintah Myanmar mulai melakukan klasifikasi etnis dan memandang 750
ribu warga Rohingya di Arakan sebagai warga Muslim etnis Benggala. Mereka pun
disika dan didiskriminasikan.
Nama
Rohingya diambil dari bahasa Arab, Rahma, yang berarti pengampunan.
Menurut estimasi, sekira 30 ribu warga Rohingya hidup di kamp penampungan UNHCR
yang ada di Bangladesh. Mereka lari dari negaranya ketika konflik antar-agama
berlangsung.(AUL).
Sumber :
http://international.okezone.com/read/2012/07/31/411/671345/myanmar-kami-tak-akui-rohingya-sebagai-warga
.
Bangladesh : Rohingya Bukan
Urusan Kami
Perdana
Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina, menyatakan negaranya tidak ingin ikut campur
soal nasib pengungsi Rohingya. Kekerasan dua bulan terakhir yang menimpa etnis
minoritas itu bagi dia urusan pemerintah Myanmar.
Diwawancara
saat menghadiri pembukaan Olimpiade 2012 di London, kemarin, Hasina menilai
negaranya saja sudah kelebihan penduduk sehingga tidak bisa menampung tambahan
pengunsi Rohingya. “Kenapa soal Rohingya ditanyakan pada saya? Di Bangladesh
sudah ada 300 ribu pengungsi, kami tidak bisa menerima lebih dari itu,” ujar
Hasina, seperti dilansir harian the Daily Star, Minggu (29/7).
Etnis
Rohingya tinggal di perbatasan Myanmar dan Bangladesh sejak wilayah itu masih
menjadi jajahan Inggris. Namun, saat kedua negara itu merdeka, mereka mendapat
perlakuan buruk.
Walau
sama-sama beragama muslim, etnis Bengal selaku mayoritas di Bangladesh enggan
mengurus mereka. Hal ini menyebabkan banyak keluarga Rohingya nekat menetap di
Myanmar.
Padahal
sejak pemberontakan Jenderal Ne Win pada 1962, pemerintah Myanmar – saat itu
masih bernama Burma – menolak memberi warga Rohingya kewarganegaraan. Alhasil,
mereka tidak bisa bekerja, bersekolah, dan memiliki tempat tinggal.
Menanggapi
tudingan tentara Bangladesh menyiksa pengungsi tambahan Rohingya, Hasina marah
dan membantahnya. Dia menyatakan militer negaranya hanya menyuruh mereka
kembali lantaran tidak ada tempat lagi tersedia. “Tentara Bangladesh di
perbatasan memperlakukan mereka manusiawi. Kami memberi mereka makan, obat,
bahkan uang. Namun memang kami minta mereka kembali ke Myanmar, ke rumah
mereka,” kata Hasina. Dia juga enggan menilai apakah Myanmar melakukan
kejahatan kemanusiaan di Provinsi Rakhine sebulan terakhir. “Saya tekankan,
orang Rohingya penduduk Myanmar, itu urusan mereka,” ujar perdana menteri
perempuan ini.
Berdasarkan
catatan pemerintah Myanmar, sejak insiden kekerasan pertama kali terjadi,
sebanyak 78 warga Rohingya tewas, sementara 90 ribu penduduk minoritas itu
kehilangan rumah dan harus hidup di penampungan. Dari data tidak resmi, korban
tewas hampir pasti mencapai 650 jiwa. Beberapa sumber bahkan menyebut ribuan
muslim Rohingya tewas selama dua bulan terakhir.
Sumber:
http://www.merdeka.com/dunia/bangladesh-rohingya-bukan-urusan-kami.html
.
Berikut
adalah teks lengkap dari wawancara yang unggah di situs Al Jazeera :
Hasina:
Terserah pemerintah mereka, jadi Anda harus menekan atau Anda harus berbicara
dengan pemerintah Myanmar, bukan ke Bangladesh. Ini bukan tanggung jawab orang
Bangladesh, kan?
Al Jazeera:
Mereka dalam situasi putus asa dan pasti ada rasa kemanusiaan, ada
prinsip-prinsip dasar, prinsip kemanusiaan, prinsip-prinsip moral yang membuat
Anda membantu mereka.
Hasina:
Bangladesh adalah sebuah negara yang sudah kelebihan penduduk, kita tidak bisa
menanggung beban ini. Anda harus menyadarinya. Tapi sekarang beberapa hal sudah
membaik., sehingga tidak ada lagi pengungsi yang datang ke Bangladesh.
Al Jazeera:
Tapi dalam dua bulan terakhir, kita telah melihat foto-foto penjaga perbataan
Bangladesh mendorong orang Rohingya kembali ke Myanmar. Ini sama saja dengan
menempatkan mereka dalam bahaya.
Hasina:
Tidak, dengarkan, dengarkan. Penjaga perbatasan Bangladesh memperlakukan mereka
dengan manusiawi. Mereka menyediakan makanan, obat-obatan , dan uang, dan
membolehkan mereka untuk kembali ke rumah mereka sendiri.
Al Jazeera:
Tidak membolehkan, tetapi mereka memaksa orang Rohingya untuk kembali ke
Myanmar.
Hasina:
Tidak, itu tidak benar. Mereka tidak memaksa orang Rohingya. Mereka meyakinkan
bahwa, orang Rohingya harus kembali ke negara mereka dan mereka kembali.
Al Jazeera:
Perdana menteri, Anda tahu benar bahwa mereka sedang dianiaya di negara mereka
sendiri, mereka mencoba melarikan diri dan mereka ditolak masuk ke negara Anda.
Hasina: Nah,
mengapa kita harus membiarkan mereka masuk ke negara kita? Kami hanya meminta
pengertian mereka, dan kami memberikan mereka segala apa yang mereka butuhkan.
Mengapa Anda menanyakan pertanyaan ini? Anda harus menanyakan pertanyaan ini
kepada pemerintah Myanmar. Ini bukan tanggung jawab kami, ini adalah tanggung
jawab Myanmar.
Al Jazeera:
Dan apakah Anda pernah menyatakan keprihatinan Anda kepada pemerintah Myanmar
tentang bagaimana Rohingya diperlakukan di negara bagian Arakan?
Hasina: Tentu
saja, kita lakukan.
Al Jazeera:
Dan apa yang mereka katakan?
Hasina: Ya,
katanya mereka menciptakan suasana menyenangkan, mereka menyediakan semua
bantuan, semuanya.
Al Jazeera:
Apakah Anda benar-benar mempercayai itu?
Hasina: Ya,
kenapa tidak?
Al Jazeera:
Apakah menurut Anda Rohingya diperlakukan dengan adil di negara bagian Arakan?
Hasina: Ah,
saya mengatakan kepada Anda bahwa itu adalah warga negara mereka! Jadi,
terserah kepada merekalah.
Sumber : http://web.inilah.com/read/detail/1888463/bangladesh-tak-kuasa-lagi-tampung-muslim-rohingya.
Bagaimana
Pendapat anda tentang hal tersebut..?
Ayo Kita
Bersama-sama BERDO’A untuk mereka :
Ya Allah ..
berilah kemuliaan pada mereka.
Ampunilah
dosa-dosa mereka.
Angkatlah
derajatnya
Musnahkanlah
kesengsaraannya
Masukkanlah
mereka dalam surga-Mu kelak.
Amin....!!
Semoga bermanfaat.....!!
» JANGAN LUPA LIKE N
Komentarnya Yeach...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar