Kehidupan Muslim Di Thailand

Oleh : Agus Santos

Islam masuk ke Thailand pada abad ke-10 Masehi melalui para pedagang dari Jazirah Arab. Penduduk setempat dapat menerima ajaran Islam dengan baik tanpa paksaan. Kawasan Thailand yang banyak dihuni umat muslim adalah wilayah bagian selatan yang berbatasan langsung dengan Malaysia. Kantong-kantong muslim di daerah Thailand Selatan ini diantaranya adalah  propinsi Pattani, Yala, Satun, Narathiwat dan Songkhla. Di propinsi-propinsi tersebut, rata-rata dihuni oleh sekitar 70 – 80 persen muslim.  Selain itu, umat muslim juga tersebar di beberapa wilayah lain, seperti di propinsi Pattalung, Krabi, dan Nakorn Srithammarat. 

Pattani adalah salah satu wilayah Thailand yang pernah mengukir sejarah gemilang kejayaan Islam. Pada abad ke-15, negeri ini menjadi sebuah negara Islam terbesar di Asia Tenggara dengan nama Kerajaan Islam Pattani Darussalam. Orang Arab menyebutnya Al Fathoni. Pattani jatuh ke tangan Thailand pada tahun 1785 setelah kerajaan Thailand mengirimkan intelijen untuk mencari rahasia kelemahan Pattani. Makar Thailand sangat licik sehingga akhirnya berhasil meruntuhkan kekuasaan Pattani. Sultan Muhammad, raja Pattani gugur sebagai syahid di medan pertempuran.    

Jumlah umat Islam di  Thailand relatif kecil , yakni sekitar dua persen. Sumber lain menyebutkan ada sekitar sepuluh persen dari jumlah penduduk Thailand. Namun demikian mereka terus bertahan dan berusaha berda’wah, meski dalam serba keterbatasan. Dalam bidang ekonomi mereka jauh tertinggal oleh para pengusaha Cina yang beragama Budha. Demikian pula dalam bidang politik, pemerintahan Thailand yang didominasi penganut Budha sangat meminggirkan umat Islam. Salah satu kebijakan pemerintah Thailand yang merugikan umat Islam adalah pernah memerintahkan kepada umat Budha agar menyebar ke daerah selatan Thailand yang dihuni oleh umat Islam untuk mengimbangi dan menggembosi kiprah umat Islam. Dalih  mereka adalah umat Islam dituduh sebagai penyebab timbulnya berbagai masalah politik dan sosial. Suatu dalih yang terlalu dibuat-buat dan sama sekali tidak berdasar fakta.   

Budaya masyarakat muslim Thailand sangat kental dengan budaya Melayu, karena memang rumpun Melayulah  yang paling menonjol dalam perjalanan panjang sejarah muslim Thailand sejak abad ke-13. Selain itu, secara geografis, letak Thailand di bagian selatan berbatasan langsung dengan negeri jiran Malaysia.

Mata pencaharian sebagian besar muslim Thailand adalah nelayan dan petani. Laut adalah merupakan harta karun bagi mereka. Kesederhanaan dan kejujuran mereka menjadi modal utama untuk bisa menciptakan kehidupan yang tenteram dan bahagia.

Fenomena religius tradisional masih bisa disaksikan di sudut-sudut dusun. Misalnya,  saat kembali pulang kerja dari laut,  kebiasaan mereka adalah membaca Al Qur’an di rumah bersama keluarga. Mereka taat beribadah. Setiap kali adzan berkumandang, segera mereka bergegas menuju masjid. Kostum sarung dan sorban merupakan pakaian keseharian mereka. Rumah-rumah panggung, bilik bambu adalah wajah kesederhanaan mereka. Di sana terbangun suatu komunitas religius bagaikan sebuah perkampungan pesantren.

Dalam bidang pendidikan, anak–anak muslim memiliki dua sekolah. Sehari-hari mereka belajar di sekolah pemerintah sekuler Thailand dan setiap pekan mereka belajar membaca dan memahami Al Qur’an di sekolah Islam dibimbing oleh para orang tua. 

Latar belakang sejarah wilayah selatan Thailand yang mayoritas muslim sangat berbeda dengan wilayah utara (Siam) yang mayoritas Budha. Pattani misalnya, negeri ini tidak merasa menjadi bagian dari Siam, karena baik secara ideologi, budaya, maupun agama jelas tidak sama. Mereka dipaksa oleh pemerintah untuk menyatu dalam sebuah negeri Budha tanpa mendapatkan kompensasai yang layak, bahkan sampai dipasung kebebasannya untuk melaksanakan ajaran agama Budha. Tentu saja, hal ini menyebabkan keinginan masyarakat muslim di wilayah selatan untuk melepaskan diri dari pemerintahan Thailand. Sementara pemerintah Thailand menghadapinya dengan tindak kekerasan.

Perkembangan selanjutnya, nama Pattani telah menjadi sebutan bagi seluruh wilayah muslim di Thailand selatan, tidak lagi menjadi sebuatan sebuah propinsi di Thailand. Pattani telah menjadi lambang perjuangan umat Islam. Di negeri ini, berdiri sebuah mesjid yang menjadi lambang Islam, yaitu Masjid Pintu Gerbang atau disebut juga Masjid Kerisek. Masjid ini di berada depan  pintu gerbang Istana Negara dengan lebar 15,10 meter, panjang 29,60 meter dan tinggi 6,5 meter. Tentara Thailand pernah membakar masjid bersejarah ini sebanyak tiga kali, namun hingga sekarang masih bisa bertahan. Masjid Pintu Gerbang ini menjadi penghulu masjid-masjid lainnya di Thailand selatan yang jumlahnya sekitar 1.395 (tahun 1987).

Pada tahun 1935 masjid Pintu Gerbang diangkat menjadi situs negara dan dilarang untuk dijadikan sebagai tempat ibadah. Tentu saja umat Islam tidak mau menerima keputusan pemerintah tersebut. Berbagai upaya terus dilakukan, hingga demonstrasi besar-besaran pada tahun 1988 menuntut agar masjid lambang umat Islam tersebut diizinkan dijadikan tempat ibadah kembali. Hasilnya, pemerintah memutuskan bahwa masjid tersebut tetap menjadi situs negara, tetapi boleh dijadikan sebagai tempat ibadah.

Masjid lain yang menjadi syiar Islam di Thailand adalah Masjid Shalahudin Al Ayubi dan Masjid Kulusei. Masjid Shalahudin Al Ayubi adalah sebuah masjid yang terletak di Nahofi. Arsitektur bangunan masjid ini memiliki kesamaan dengan masjid  Madinah dengan dihiasi menara setinggi kira-kira 25 meter. Nama Shalahudin Al Ayubi diambil untuk mengenang kemenangan beliau sebagai panglima Islam dalam Perang Salib pada abad ke-12 M.

Sedangkan Masjid Kulusei adalah sebuah masjid yang menyimpan legenda. Masjid ini hingga sekarang pembangunannya tidak rampung, disebabkan adanya persengketaan antar keluarga dan antar suku yang cukup serius. Pada abad ke-16 M, masjid ini dibangun oleh seorang China Budha yang kemudian masuk Islam. Sebelum masuk Islam, ia pernah bernadzar bahwa jika dirinya masuk Islam, maka ia akan membangun sebuah masjid. Akhirnya, ia menjadi seorang muslim yang taat dan mulai membangun masjid yang dinadzarkannya. Akan tetapi, seorang adik perempuannya yang masih beragama Budha, sangat tidak senang melihat perubahan pada diri kakaknya. Sang adik kemudian melakukan berbagai macam cara untuk menggagalkan rencana kakaknya. Hingga kemudian perseteruan adik-kakak tersebut berkembang menjadi perseteruan suku. Orang-orang China Budha di daerah tersebut terkena makar, sehingga merusak dan menghancurkan masjid tersebut. Hingga kini masjid Kulusei tinggal dinding-dinding rapuh tanpa atap.    

Persengketaan antara penduduk muslim dan pemerintahan Thailand itu terus memanas hingga dekade 70-an. Pembunuhan dan berbagai tindak kekerasan lainnya sering dialami oleh para aktivis Islam. Hal ini menimbulkan munculnya berbagai organisasi yang berhaluan keras menuntut kemerdekaan Pattani, seperti Pattani  United Liberation Organization (PULO), Barisan Nasional Pembebasan Pattani (BNPP), dan Barisan Revolusi Nasional (BNP).    

Akhir-akhir ini, situasi pertentangan Muslim dan pemerintah Budha  Thailand mulai mereda. Pemerintah telah melakukan beberapa perubahan sikap terhadap umat Islam dari selalu curiga dan menekan, menjadi lebih terbuka, bersamaan dengan perubahan iklim demokratisasi Thailand. Tindakan-tindakan kekerasan telah berkurang dan bahkan umat Islam telah diikutsertakan dalam pemilu dan juga menempatkan wakilnya secara proporsional di parlemen. 

Namun, pertentangan masih tetap ada, karena selalu saja ada perbedaan cara pandang antara kedua pihak. Organisasi-organisasi Islam masih tetap ada. Sayangnya, di antara mereka terdapat pengelompokan yang menyebabkan terhambatnya perjuangan Islam di Thailand. Kelompok modernis memiliki cara perjuangan yang berbeda dengan kalangan tradisional. Demikian pula kelompok yang berada di antara keduanya.

Memang jalan perjuangan yang terbentang selalu ditaburi oleh “duri-duri”.  Thailand Selatan adalah salah satu sudut dunia Islam yang mencoba mengembalikan kejayaan Islam di masa lalu dengan menghalau segala “duri-duri” yang menghadang.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar