Repeater, Bridge, Router dan Gateway


Networking Add comments Mungkin ada di antara kita sering mendengar atau menggunakan istilah-istilah pada judul di atas. Namun apa beda masing-masing dari istilah itu?

REPEATER (bekerja pada Physical Layer)

Digunakan untuk mengatasi keterbatasan (jarak, kualitas sinyal) fisik suatu segmen jaringan.
Dapat juga digunakan untuk menggabungkan beberapa segmen suatu jaringan yang besar (misalnya Ethernet to Ethernet)


Namun dalam membangun jaringan fisik yang besar, perlu diperhatikan bahwa aturan panjang kabel maksimum tidak dapat dilampaui dengan menggunakan repeater ini. Contohnya, kabel coaxial 50 ohm pada Ethernet hanya bisa total sampai 2,3 km dan batasan ini tidak dapat diatasi dengan menggunakan repeater. Karena bekerja pada physical layer, repeater tidak dapat menghubungkan misalnya antara protokol data link layer yang berbeda (misalnya Ethernet dengan Token Ring). Hal ini disebabkan karena repeater mempunyai bit korespondensi dengan data link atau network layer.


Hub mempunyai fungsi sebagai repeater, oleh karena itu hub kadang juga disebut sebagai multiport/modular repeater. Harap diperhatikan, penggabungan dua atau lebih segmen network dengan menggunakan repeater akan mengakibatkan seluruh traffic data akan menyebar ke seluruh jaringan, tanpa memandang apakah traffic data tsb diperlukan atau tidak di seluruh jaringan. Jika jumlah station semakin banyak, dan traffic data sangat tinggi, maka beban pada backbone jaringan tentunya akan menjadi berat. Akhirnya kinerja jaringan akan menurun, dan kelambatan akses akan terasa. Untuk itulah dalam merancang sebuah network, seorang network administrator memerlukan pengetahuan dan antisipatif terhadap beban jaringan yang akan terjadi.
Pengetahuan tentang topologi fisik, logic, manajemen traffic jaringan, jenis dan karakteristik protocol pada masing-masing physical sampai dengan application layer sangat diperlukan.

BRIDGE - bekerja pada Data Link layer (2)

Bridge mengatur (melalui filtering atau forwarding) frame data per segmen, sehingga jika w/s 1 akan mengirim data ke w/s 2, frame tidak akan diteruskan (forward) ke segmen 2. Hal ini mengakibatkan beban jalur setiap segmen menjadi optimal, dan overhead traffic pada setiap segmen dapat dikurangi. Sekarang kita bahas mengenai jenis-jenis bridge.

Transparent Bridge

Melakukan bridging antara 2 atau lebih segmen LAN. Jenis bridge ini juga dapat melakukan bridging pada jenis media physical layer yang berbeda (UTP, coax, fiber dll). Pengaturan bridge jenis ini dapat dilihat pada dokumen standar IEEE 802.1D.

Translating Bridge

Adalah jenis bridge yang mampu untuk melakukan bridging antar protocol pada data link layer (contoh Ethernet dengan Token Ring). Dengan demikian terjadi proses konversi jenis frame data dan transmission rate masing-masing protocol. Proses ini dilakukan pada preamble dan FCS (frame check sequence).

Pada bagian lain kita akan membahas pula bagaimana menghitung performance network dalam hubungannya dengan penerapan kedua jenis bridge ini. Masalah yang ada pada segmentasi Ethernet.

Dasar dari dibaginya sebuah network dalam beberapa segmen yang menggunakan bridge mengacu pada rancangan topologi jaringannya. Misalnya dalam sebuah network yang terdiri dari departemen A dan B, maka untuk mengurangi overhead traffic jaringan secara keseluruhan dibuatlah segmen fisik A dan B. Dengan tujuan agar traffic pada segmen A jika tidak diperlukan ke segmen B, benar-benar hanya berlalulalang di segmen A saja.

Telah kita ketahui bahwa bridge melakukan filtering dan forwarding frame pada masing-masing segmen nya yang menimbulkan konsekuensi jika filtering dan forwarding rate menjadi besar maka akan mempengaruhi kinerja jaringan secara keseluruhan.

Teknologi switching hub menjawab permasalahan ini dengan cara kerja sebagai berikut:
Saat sebuah node akan berhubungan dengan node lain yang berbeda segmen, peralatan ini akan menjadi bridge dan membuka sebuah jalur langsung ’sementara’ dengan acuan source dan destination address Ethernet nya.

Switching hub bekerja pada Ethernet MAC (Media Access Control) sublayer.
Setiap port pada hub jenis ini dapat menjamin throughput nya tetap 10 Mbps. Karena jika pada hub non switch, jika terdapat misalnya 8 port Ethernet, maka dalam hitungan mudahnya setiap port akan hanya memperoleh 10 Mpbs / 8 port = 1,25 Mbps.

Switching hub

Switching hub bekerja pada Ethernet MAC (Media Access Control) sublayer.
Diagram hubungan antara OSI dan IEEE 802 standar
MAC = Media Access Control
802.3 - CSMA/CD (di Ethernet)
802.4 - TOKEN BUS
802.5 - TOKEN RING
802.6 - DQDB MAN (Distributed Que Dual Bus Metropolitan Area Network)

Buffering pada switch

Pada switch hub digunakan minimal sebuah CPU dan memory untuk melakukan packet buffering. Sebuah switch mampu menerima semua paket data dalam koneksi yang ada secara serentak. Kemudian paket data diteruskan hanya kepada alamat tujuan (destination address).
Setiap paket berisi dua MAC layer address yaitu alamat pengirim (source) dan tujuan (destination). Switch akan menyimpan dalam sebuah tabel MAC address yang digunakan untuk mencocokan koneksi yang harus dilakukan. Penggunaan tabel ini juga untuk menentukan kemana paket data harus dikirim. Jumlah tabel MAC address biasanya juga terdapat dalam spesifikasi switch, yang dapat mencapai ribuan alamat.

Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah kapasitas memory dalam switch. Karena perlu diingat pula bahwa bentuk lalu lintas paket data dapat dibagi dua golongan yaitu : peer to peer/point to point dan satu ke banyak koneksi (one to many, misalnya w/s ke server).

Beberapa teknik yang digunakan pada switching hub:
internal bus - pada high end switch -> gigabytes
shared memory / packet bus
memindahkan satu koneksi dalam switch ke koneksi lain

Parameter penting lainnya adalah ukuran packet per second (pps). Sebagai contoh sebuah merk switching hub dapat memproses sampai dengan 150.000 pps pada koneksi 100baseT (fast ethernet) dan 1/10 nya pada koneksi 10baseT.

Metode kerja switching

Cut through, yaitu menentukan route paket yang diterima langsung ke alamat port tujuan. Tentu saja hal ini akan meningkatkan throughput koneksi dan mengurangi latency pengiriman paket. Cara kerjanya adalah, ketika sebuah bagian paket diterima, langsung route dan pengiriman dilakukan ke alamat tujuan. Proses ini tidak dilakukan dengan cara mengumpulkan terlebih dahulu seluruh paket, baru kemudian dikirim. Jika koneksi tujuan sedang digunakan, switch akan menampung paket data yang diterima tsb pada buffer. Dan paket data akan dikirim dari buffer jika koneksi tujuan telah kosong.

Potensi terjadinya network overhead dapat terjadi ketika network digunakan pada aplikasi yang bersifat mem-broadcast paket data, misalnya network games. Switching dapat digunakan
untuk mengatasi masalah ini, melalui pembatasan jalur spt telah diterangkan di atas (lihat juga posting sebelumnya). Adapula switching hub yang dapat diatur pembatasan distribusi paket broadcast ini.

Aplikasi dan disain jaringan dengan switch

Sebuah server yang menangani berbagai workstation, biasanya menggunakan beberapa network interface card (NIC) yang diatur segmentasinya berdasarkan aplikasi jaringannya, misalnya per departemen. Sebagai alternatif lain, cara seperti ini dapat dilakukan pula dengan lebih mudah dan efektif dengan menggunakan switching hub.

Contoh kasus dalam disain:

Dalam skenario di bawah ini, masing-masing workstation masih menggunakan ethernet card
10baseT (10 megabits per second). Koneksi Fast Ethernet 100baseT digunakan untuk server, sedangkan port lainnya digunakan untuk dihubungkan dengan 2 buah hub 10baseT. File server sesuai dengan fungsinya akan menerima dan mengirim data pada rate yang sangat tinggi, sedangkan workstation akan mengirim paket data dengan kemungkinan (probabilitas) tanpa terjadinya collision. Skenario seperti ini biasanya akan memperbaiki kinerja jaringan secara keseluruhan. Mengapa? Karena jika segmen jaringan mempunyai kapasitas yang sama, throughput dari switch hub ke file server masih lebih tinggi dibandingkan dengan hub pada level di bawahnya. Dan switch dapat secara langsung melakukan routing packet dalam segmen fisik jaringan secara lebih cepat.


Switch dan Virtual LAN (VLAN)

Teknik switching hub yaitu melakukan routing packet Ethernet berdasarkan source dan destination address nya. Mengapa diperlukan segmentasi atau partisi dalam jaringan? Pertimbangannya adalah : 1) Keamanan (security), 2) Kinerja jaringan. Security diperoleh dari pembatasan akses ke suatu server dengan pembatasan routing paket data. Kinerja dapat dipertahankan dengan mengatur routing packet, khususnya broadcast packet dalam suatu VLAN.
Lalu bagaimanakah menggabungkan keduanya dalam suatu skema yang simpel yang juga memudahkan topologi fisik suatu jaringan? Teknik VLAN dapat diterapkan untuk ini, karena VLAN dapat membuat suatu segmentasi logic dalam suatu jaringan.

VLAN dapat melakukan partisi/segmentasi dengan dua cara yaitu berdasarkan nomor port pada switching hubnya atau alamat MAC dari workstation-nya. Perlu diketahui bahwa TIDAK semua switching hub dapat melakukan VLAN, apalagi jika beberapa switching hub saling dihubungkan. Walaupun dari merk yang sama, ada atau tidaknya kemampuan ini perlu diteliti terlebih dahulu.

Kapan menggunakan switch dan router?

Kapan menggunakan switch dan router adalah pertanyaan yang selalu menggelitik bagi para network manager dalam merancang suatu jaringan. Rangkaian tulisan ini mencoba mengupas secara gamblang tentang berbagai aspek yang menyangkut penggunaan switching hub dan router.

Perbedaan mendasar antara switch versus router dan bridge adalah router dan bridge menggunakan metode ’store and forward’. Sedangkan switch bekerja dengan cara on the fly switching. Router mengambil seluruh paket sebelum paket tersebut diteruskan ke tujuan. Metode store and forward membawa seluruh frame data ke dalam peralatan, yang kemudian di-buffer untuk dalam sebuah satuan waktu. Akan lebih jelas jika kita memperhatikan TCP/IP layers, seluruh frame header akan melewati layer data link kemudian dibawa ke layer di atasnya yaitu network layer untuk diketahui tipe dari frame nya. Baru kemudian diteruskan ke alamat network yang dituju melalui data link layer kemabli. Proses ini berlaku untuk seluruh frame yang melintas di router.

Lain halnya dengan switch yang hanya mengambil 20 byte pertama dari sebuah frame. Karena switch tidak mengambil seluruh frame, namun hanya pada alamat tujuan (destination address) sebelum meneruskan frame tersebut ke alamat tujuan, maka network latency atau jeda (delay) yang terjadi akan menjadi lebih kecil dibandingkan dengan router.

Secara kalkulatif, per frame mempunyai delay selama 30 microsecond menuju dan keluar dari switch. Untuk bridge dan router, latency yang ditimbulkan dapat mencapai lebih dari 2000 microsecond per frame untuk dapat melakukan koneksi pada secara timbal balik.

Untuk menentukan cara apakah yang akan dipakai, diperlukan perencanaan yang matang khususnya dalam menganalisis volume lalu-lintas data dalam LAN dan WAN (lihat seri tulisan ini berikutnya mengenai cara menghitung estimasi volume traffic pada jaringan). Apalagi jika jaringan akan digunakan untuk keperluan Intranet yang mempunyai banyak workstation/client dengan berbagai aplikasi termasuk multimedia, sudah barang tentu traffic dalam jaringan LAN akan menjadi sangat besar. Dengan demikian potensi terjadinya latency atau delay juga akan semakin besar. Akhirnya kinerja jaringan secara keseluruhan akan tidak optimum dan end-user akan mengatakan bahwa aksesnya lambat!

Perlu juga digarisbawahi bahwa switch dapat memecahkan masalah jika memang masalah disebabkan oleh bottleneck jaringan khususnya pada layer data link. Karena lambatnya akses data/informasi pada jaringan sangat mungkin juga disebabkan oleh faktor kinerja dari server, disk atau aplikasinya.

Cara kerja switch

Jika akan menggunakan switching hub, diperlukan beberapa informasi dasar untuk menentukan pilihan switch, yaitu dengan mengetahui cara kerjanya.
- Cut through
Yaitu menentukan route paket yang diterima langsung ke alamat port tujuan. Tentu saja hal ini akan meningkatkan throughput koneksi dan mengurangi latency pengiriman paket. Pengiriman dilakukan tanpa terlebih dahulu mengumpulkan seluruh paket. Tetapi ketika alamat tujuan diketahui, langsung route dan pengiriman dilakukan ke alamat itu. Untuk satu paket Ethernet (1518 byte) proses ini memerlukan waktu hanya selama 40 microsecond. Dalam keadaan koneksi tujuan sedang digunakan, switch akan menampung paket data yang diterima untuk dimasukkan ke dalam buffer. Dan paket data akan dikirim dari buffer jika koneksi tujuan telah kosong.
- Store and forward
Cara kerjanya dilakukan dengan mengumpulkan seluruh paket hingga lengkap ke dalam memory switch dan melakukan pemeriksaan kesalahan dengan metode CRC (Cyclic Redundancy Check). Waktu yang diperlukan untuk melakukan proses untuk setiap paket Ethernet adalah 1,2 milidetik. Karena diperlukan memory yang cukup, ada potensi terjadinya latency dalam store and forward switch ini yang disebabkan oleh penuhnya memory yang ada untuk menampung seluruh paket dan tabel dari ntwork address.

Walaupun cara cut through akan mengurangi terjadinya latency, tetapi konsekuensinya, paket data yang rusak juga akan juga sampai ke alamat tujuan. Kebalikannya, hal ini tidak terjadi pada store and forward switch.

Dari kedua cara di atas, ada pula switch yang menggabungkan kedua cara tsb yang disebut hybrids. Pada saat awal menggunakan cara cut through switching, dan melakukan pemeriksaan CRC, kemudian menghitung jumlah error yang ada. Jika jumlah error telah sampai pada batas tertentu, switch akan bekerja dengan cara store and forward sampai dengan kondisi jumlah error telah berkurang. Selanjutnya switch akan kembali bekerja dengan cara cut through. Cara termudah untuk mengetahui adanya kemampuan ini adalah dengan melihat ada atau tidaknya keterangan threshold detection atau adaptive switch dalam spesifikasi teknisnya.

Layer 3 Switching (L3S)

Layer 3 switching atau IP switching yang diperkenalkan tahun 1997 adalah teknologi Ethernet switching yang menggunakan informasi IP address untuk menyeleksi dan menentukan jejak data dalam network. Packet switching throughput dapat mencapai jutaan paket per detik (pps.) Secara hardware, router biasa mengandalkan kemampuan mikroprosesor dari mesin yang digunakan. Sedangkan Layer 3 switch menggunakan application-specific integrated circuit (ASIC) yang dapat menghasilkan thoroughput lebih tinggi.

Untuk mencapai unjuk kerja maksimum, selain penggunaan Layer 3 switching juga diperlukan faktor lain yaitu route processing dan intelligent network.